Sabtu, 12 Februari 2011
A Single Man, Cinta Sehidup Semati
Cerita dimulai dengan George yang mengenakan setelan jas berjalan di atas salju. Ia menghampiri sebuah mobil yang mengalami kecelakaan dengan sesosok mayat yang sudah terbujur kaku. George lalu berbaring di dekat mayat itu dan mencium bibirnya. Ternyata mayat itu adalah Jim. Kehidupan George setelah kematian Jim lalu dituturkan. Ia menjalani hidupnya seperti biasa, namun dengan tekad kuat untuk menyusul Jim. Ia mempersiapkan segalanya dengan matang, dari surat wasiat sampai peluru untuk pistolnya. Dalam proses menyiapkan bunuh dirinya itu, George berhadapan dengan berbagai godaan. George bekerja sebagai dosen sastra Inggris dan salah seorang muridnya tertarik kepadanya. Mahasiswa ini, Kenny Potter, gencar mendekatinya di kampus. George juga mempunyai seorang sahabat wanita, Charlotte yang ia panggil Charley (Julianne Moore). Mereka mempunyai pengalaman cinta bersama tetapi hanya sebatas hubungan seks. Selain Jim, Charley adalah orang terdekat George. Wanita inilah sahabat tempat George berpaling saat ia tahu Jim meninggal. Malam itu, mereka merencanakan makan malam bersama. Charley meminta George membeli minuman dan saat membelinya, ia bertemu dengan Carlos, pria Spanyol yang tertarik kepadanya. Mereka berbincang sambil merokok. Carlos bahkan mengira hubungan mereka akan berlanjut tetapi George menolak. Saat bersama Charley, George akhirnya mengetahui perasaan Charley sebenarnya. George meyakinkan Charley bahwa hubungannya dengan Jim adalah cinta yang sesungguhnya dan bila bukan karena kematian Jim, mereka masih bersama. Berbagai karakter ini masih belum dapat memupuskan tekad George untuk mengakhiri hidupnya. George yang obsesif kompulsif lalu mengunjungi tempat ia pertama kali bertemu dengan Jim. Tanpa disangka, ia bertemu dengan Kenny. Mereka lalu mengobrol dan akhirnya berenang bersama. George mulai terlihat ceria dan akhirnya membakar surat-surat yang telah disiapkan. Setelah merasa hidupnya bisa membaik dan dapat menemukan pengganti Jim, kematian merenggut George akibat serangan jantung yang dialami. Film ini lalu ditutup dengan Jim yang mengenakan jas menghampiri George dan mencium bibirnya.
Alur film ini maju-mundur. Kilasan adegan pada masa lalu dan masa kini berselingan muncul tetapi mampu membuat penonton memahaminya. Kita tidak dibuat berpikir keras untuk mengikuti alur ceritanya. Bila teliti, kita akan melihat tone yang digunakan oleh sutradara Tom Ford. Pada masa kini, George sudah ditinggal oleh Jim yang meninggal karena kecelakaan. Tone kelabu akan mendominasi pergerakan dan kegiatan George yang memang sangat terpukul akibat kematian Jim. Mereka sudah bersama selama 16 tahun. Tone yang lebih cerah digunakan untuk menggambarkan kehidupan George bersama Jim yang penuh warna. Tetapi ada beberapa adegan yang menggunakan efek grayscale dan memperindah suasana. Kontradiksi antara perasaan George yang kelabu dan Carlos atau Kenny yang berwarna dipertemukan dalam satu adegan. Saat suasana hati George mulai membaik, warna-warna pun kembali dalam adegan. Penuturan cerita terkesan lambat namun sesuai karena suasana mellow yang ingin dibangun oleh sutradara. Durasi film ini tidak panjang sehingga tidak terasa membosankan. Akting Colin Firth sangat baik dan memang saat itu diunggulkan untuk meraih Oscar namun kalah oleh akting Jeff Bridges. Setting tahun 1980-an dengan gaya rambut dan pakaiannya sangat menonjol.
Seperti film lain, film ini bercerita tentang cinta. Yang masih belum sering diangkat mungkin adalah cinta antara sesama pria. Sepanjang film kita begitu diyakinkan akan cinta mereka yang begitu murni dan indah sehingga tidak peduli lagi akan gender yang mereka punya. Ada yang menyebut bunuh diri itu dosa dan tidak sesuai dengan agama, tetapi entah bagaimana menurut saya itu adalah tindakan yang benar demi menyatukan 2 orang yang memang sejoli itu. Masalah sosial yang dihadapi pasangan sesama jenis tidak digambarkan secara dalam namun esensial. George dilarang untuk mendatangi upacara pemakaman Jim dan bahkan ibu Jim tidak mau memberitahukan kematian anaknya pada George. Lain halnya dengan tetangga George yang menerima mereka apa adanya. Walaupun topik serius diangkat dalam film ini, inti ceritanya tetaplah cinta dan true love lasts forever.
Minggu, 06 Februari 2011
Biutiful: Gambaran kehidupan multikultural di Spanyol
Film ini disutradarai Alejandro González Iñárritu, sang pembuat Babel. Seperti Babel yang mempunyai 4 cerita dengan latar budaya yang berbeda, Biutiful juga menggambarkan kehidupan multikultural, khususnya di Spanyol. Interaksi antara bangsa Spanyol, Afrika, dan Asia dari kelas bawah dengan karakteristiknya masing-masing diceritakan secara detail ditambah suatu pesan pribadi kepada ayah sang sutradara.
Sebenarnya inti ceritanya adalah tentang fatherhood. Uxbal (Javier Bardem) adalah seorang pria Spanyol paruh baya yang mempunyai 2 anak. Ia sudah bercerai dengan istrinya, Marambra (Maricel Álvarez), seorang tukang pijat yang mempunyai kepribadian ganda. Uxbal memenangkan hak asuh anak karena istrinya dianggap tidak kompeten. Uxbal sangat menyayangi kedua anaknya, ia senantiasa mendidik dan melindungi mereka. Demi membiayai hidup keluarganya, ia bekerja membanting tulang. Pekerjaannya bervariasi, yang utama adalah partner dagang dengan orang Cina, Hai, yang mempekerjakan sekelompok imigran gelap asal Cina. Awalnya bisnis mereka adalah pembajakan barang bermerk dan dvd film. Sekelompok orang Afrika yang dipimpin oleh Ekweme menjual barang dagangan tersebut secara ilegal di jalan-jalan. Uxbal mempunyai teman di kepolisian dan ia pun menyuap temannya agar para negro yang berjualan tidak ditangkap. Ternyata penggrebekan tetap terjadi, bisnis pun gagal, dan Ekweme dipenjara, meninggalkan istri dengan bayinya. Kesulitan dan kerasnya hidup para imigran gelap dan kaum menengah ke bawah diperlihatkan secara lugas. Para buruh Cina tidur dalam 1 ruangan besar yang pintunya dikunci dari luar. Mereka bagaikan tawanan tetapi tetap bekerja demi gaji yang jumlahnya jauh lebih tinggi dibandingkan bila bekerja di negaranya sendiri. Hai, atasan mereka, dengan Liwei (partner homoseksualnya) dan Uxbal bersusah payah melindungi keberadaan mereka yang merupakan sumber penghasilan utama. Digambarkan dalam film ini bahwa Uxbal adalah seorang yang berhati lembut, ia sangat memedulikan kesejahteraan para pekerja Cina, keluarga Ekweme, dan keluarganya sendiri. Pekerjaan sampingannya sangat aneh. Ia dapat berkomunikasi dengan orang yang baru meninggal. Bila seseorang yang meninggal belum sempat menyampaikan pesan terakhir kepada keluarganya, Uxbal dapat mendengar pesan mereka dan menceritakannya pada pihak keluarga. Seperti layaknya seorang ayah, Uxbal juga mengantar-jemput anak-anaknya ke sekolah, memasak, memberi makan, atau bahkan mengomeli mereka. Masa lalu Uxbal dengan orang tuanya sangat kelam karena ia tidak dapat mengingat ayahnya lagi. Dalam hatinya ia bertekad supaya kejadian tersebut tidak terulang pada dirinya dan anak-anaknya sehingga ia pun berusaha mati-matian menjadi ayah teladan. Sayangnya, ia tidak dapat mendampingi kedua anaknya menempuh hidup yang keras karena kanker prostat yang ia derita. Disebutkan oleh dokter bahwa hidupnya hanya akan bertahan selama 2 bulan walaupun ia dikemoterapi. Dengan sisa waktu ini ia pun mati-matian mengumpulkan uang demi kehidupan anak-anaknya. Ia juga berusaha untuk kembali dengan istrinya namun sayangnya Marambra masih belum stabil dan memukuli anaknya. Ige, istri Ekweme yang tidak mempunyai mata pencaharian dan tempat tinggal, diizinkan untuk tinggal di rumahnya, dan akhirnya membantu Uxbal dalam menghadapi saat-saat terakhirnya.
Jujur saja, film ini berat dan terasa panjang, durasinya memang 147 menit. Film dibuka dengan prolog (yang ternyata juga epilog) antara seorang ayah dengan anaknya membicarakan cincin yang dipakai si bapak. Adegan lalu berpindah ke hutan di daerah bersalju, seekor burung hantu yang mati tergeletak di tanah bersalju, dan Uxbal yang sedang duduk. Seorang pria muda menghampiri dan mengajaknya merokok. Sepanjang film, kita dipaparkan tentang kerasnya kehidupan kaum urban dan perjuangan mereka sebagai seorang ayah demi keluarga masing-masing. Sikap individualis tersampaikan melalui karakter si polisi yang mengambil uang suap untuk menafkahi putrinya, bukan untuk keselamatan kaum negro. Ada juga yang justru meninggalkan keluarganya demi keselamatan dirinya sendiri karena tekanan yang begitu besar. Hukum rimba pun berlaku di dunia modern ini. Siapa yang kuat dialah yang menang, dialah yang hidup. Kelembutan dan kesungguhan hati seorang Uxbal bagaikan harapan di tengah dunia yang penuh intrik dan individualis ini. Penonton pun dibuat kuatir akan nasib anak-anaknya bila Uxbal meninggal. Untungnya, secercah harapan dari Uxbal pun dibalas dengan kebaikan yang tulus dari Ige sehingga kita pun dapat bernapas lega.
Dari segi sinematografi, film ini membawa suasana yang kelam dan gelap. Pemandangan indah negara Spanyol, entah di kota mana sama sekali tidak tergambarkan. Pengambilan gambar dari jarak dekat (close-up) bebas mengeksplorasi ekspresi para pemainnya yang sebagian besar dalam suasana sedih dan keras. Sesekali adegan diambil dari jarak jauh tetapi tone yang memang didominasi dengan warna kelabu tetap membawa suasana muram dalam film ini. Alur cerita berjalan lambat dengan klimaks terjadi di bagian paling akhir film yang dipaparkan dengan datar namun menyentuh. Alunan musik khas Spanyol dengan petikan gitarnya yang terkenal sangat cocok menyandingi tiap adegan, semakin menambah suasana gelap yang diusung. Beberapa kali suara dihilangkan untuk menambahkan pengaruh musik dalam adegan dan berhasil mempertajam pesan dari sutradara. Yang tidak boleh ketinggalan tentunya akting memikat dari Javier Bardem. Walaupun sempat ragu akan penampilan fisik yang kurang sesuai bagi penderita kanker, ternyata dalam film ini diperlihatkan progresivitas penyakit yang perlahan-lahan merenggut raga Uxbal, namun bukan semangatnya. Aktingnya dalam film ini patut dipertimbangkan untuk kembali mendapatkan piala Oscar.
Secara keseluruhan film ini mengangkat begitu banyak tema. Dari tema perjuangan seorang ayah bagi keluarganya, cerita lalu merambat ke kehidupan kaum urban yang sangat pelik dan dibahas dengan mendalam sampai bidang politik, homoseksual yang hanya dibahas secara superfisial, sampai kemampuan supranatural kaum Spanyol yang dapat memprediksi kematian. Begitu banyaknya tema yang diangkat sehingga film ini membuat penontonnya harus berpikir keras sepanjang dan sesudah film berakhir tentang beberapa simbol dan deskripsi yang dipaparkan.
Lalu, mengapa judulnya Biutiful? Dalam suatu adegan, Ana, anak perempuan Uxbal menanyakan ejaan dari 'beautiful' yang dijawab oleh Uxbal dengan 'biutiful'. Saat itu, Ana sedang menggambar keempat anggota keluarganya berlibur di pegunungan Pyrenees. Mungkin itulah jawabannya, karena cinta di antara anggota keluarga itu begitu indah, dalam film ini terutama cinta seorang ayah kepada anak-anaknya.