Sabtu, 13 Maret 2010

Precious, sebuah film yang mengajarkan arti hidup (spoiler alert!!!)

Judul lengkapnya adalah Precious: based on the novel Push by Sapphire, tapi lebih sering disingkat menjadi Precious. Dari pertama kali beredar, film ini sudah menarik perhatian. Mengapa? Selain karena judulnya yang panjang, ceritanya tentang kehidupan orang kulit hitam dalam lingkungan kumuh tentunya membedakan film ini dari film-film lain yang beredar di Hollywood dan juga dijagokan dalam ajang-ajang penghargaan. Walau begitu, film ini mampu memasuki berbagai macam penghargaan dan tentunya membuat penggemar film seperti saya penasaran untuk menonton film yang bertagline "Life is hard. Life is short. Life is painful. Life is rich. Life is....Precious."

Diawali dari credits title dengan pengejaan yang salah, dari awal film ini seakan-akan sudah mengarahkan penonton bahwa Precious adalah suatu film tentang orang yang tidak berpendidikan. Tokoh sentral dalam film ini adalah Claireece Precious Jones (Gabourey Sidibe) yang biasa dipanggil Precious, seorang anak perempuan kulit hitam berumur 16 tahun yang obesitas, tidak dapat membaca, dan pemurung. Ia adalah seorang anak yang gemar duduk di bangku paling belakang kelas, tidak mencatat dan tidak berbicara. Walaupun terlihat pendiam, Precious sebenarnya adalah seorang gadis yang penuh impian layaknya perempuan seusia dirinya. Ia ingin mempunyai pacar kulit putih, ia ingin menjadi bintang film terkenal di mana semua orang memujinya, ia ingin kaya, ia ingin mempunyai ibu yang baik, ia mengagumi guru matematikanya, dan ia ingin kurus dan bertubuh indah. Namun, impian dan kenyataan itu memang bagaikan langit dan bumi. Sebaliknya, ia hanyalah seorang anak perempuan dengan ibu (Mo'nique) yang ia sebut "whale on the couch" (karena hanya duduk-duduk di sofa seharian), memasak untuk ibunya, ia harus berbohong untuk mendapatkan tunjangan sosial demi ibunya, dan laki-laki yang pernah "menyentuhnya" adalah ayahnya sendiri. Dalam setiap periode kejatuhannya itu, angannya akan melayang, membentuk impian indah tentang kehidupan seorang bintang film ataupun model terkenal. Di umurnya yang baru 16 tahun, ia sudah hamil kedua kalinya sehingga ia diusir dari sekolahnya dan dianjurkan untuk mengikuti sekolah alternatif, "Each One Teach One". Walaupun ibunya tidak pernah mendukungnya untuk sekolah, Precious tetap mengikuti kelas itu dan ia pun menjadi dekat dengan Ms. Rain (Paula Patton). Ms. Rain adalah sosok guru ideal yang senang mengajar dan mempunyai metode yang unik dalam mendidik murid-muridnya. Salah satu caranya mengajarkan mereka menulis adalah dengan menyuruh mereka menulis buku harian yang ditujukan untuknya. Di buku itulah, Precious menumpahkan pikiran dan kerisauan hatinya kepada Ms. Rain yang akan dijawab dengan bijak. Saat anak keduanya lahir dan diberi nama Abdul, Precious menyadari bahwa ia ingin mempertahankan anak-anaknya (anak pertamanya Mongo dari "Mongoloid" karena mengidap Down's syndrome, dititipkan kepada neneknya). Saat pulang ke rumah ibunya, kemarahan Mary sedang memuncak dan terjadilah perkelahian antar ibu-anak tersebut yang menyebabkan Precious menggendong Abdul dan keluar dari rumah itu. Ia meminta perlindungan Ms. Rain yang menampungnya untuk sementara. Hidupnya pun menjadi lebih mudah dan bahagia sampai suatu saat ibunya datang dan memberitahu ayahnya meninggal karena AIDS. Hidup Precious seakan terhenti akibat vonis tersebut. Ia pun menjadi putus asa, namun berkat Ms. Rain, ia pun menulis. Beberapa lama kemudian, ibunya meminta untuk bertemu Precious dan difasilitasi seorang pekerja sosial. Di siinilah terungkap kisah penyiksaan seksual maupun fisik yang dilakukan orang tua Precious terhadapnya. Ibunya menyesal, memberikan Mongo kepada Precious, dan memohon agar dapat tinggal bersama lagi. Precious - yang saat itu dapat melanjutkan sekolah ke SMA - dengan berlinang air mata, mendekat erat Mongo, berdiri, dan dengan tekad hati yang kuat, pergi meninggalkan ibunya.

Film ini berharga, film ini banyak mengajarkan tentang kehidupan dan pentingnya pendidikan untuk hidup. Dengan tata bahasa yang tidak baku dan lugas sesuai dengan tingkat kecerdasan Precious, seringkali kalimatnya mengetuk hati nurani kita sebagai penonton. Penuturan film ini antara cerita, narasi dari Precious, dan angan-angan atau ungkapan perasaan Precious diatur secara apik oleh penyunting film dan sutradaranya sehingga kita dapat memahami ceritanya. Perlahan-lahan film ini menggiring kita memasuki konflik-konflik yang terjadi dalam keseharian kita. Seorang anak yang diperkosa ayahnya, dipukuli, dan dihina oleh ibunya, merupakan topik utama film ini. Tidak seperti film lain yang menggambarkan hubungan yang baik antara ibu-anak, film ini menggambarkan hubungan buruk ibu-anak yang juga terjadi pada Ms Rain. Pandangan tentang kaum homoseksual juga dibahas melalui sosok Ms. Rain yang tinggal bersama teman hidupnya, Ms. Katherine. Stereotipe kaum ini diungkapkan melalui Mary sedangkan Precious lagi-lagi mengetuk pintu hati kita dengan berkata, "Momma says homos is bad peoples. But Momma, homos not ones who raped me, and what do they make you? Homos not ones who let me sit in class all them years and never learn nothing..." Fim ini juga ingin memberitahu walaupun kehidupan Precious sangat pahit, tetapi kebaikan masih ada pada orang-orang yang tidak dikenal sekalipun. "Why peoples that barely know me should be nicer to me than my father and my mother?" Begitulah pertanyaan kritis yang dikatakan Precious. Lugas namun penuh makna. Itu hanyalah sebagian kecil bukti kepantasan film ini meraih Best Screenplay dalam Academy Awards 2010.

Selain penghargaan untuk skenarionya, film ini juga melejitkan Mo'nique sebagai pemenang Best Supporting Actress. Tontonlah film ini dan kalian akan mengerti mengapa ia dapat memenangkan penghargaan Oscar. Akting sekaliber Cruz dalam Nine pun tidak akan mengalahkan akting Mo'nique dalam Precious. Ia mampu membuat penonton membenci sekaligus dapat memaafkannya di akhir film. Untuk hal ini saya tidak dapat berkomentar lebih banyak karena memang harus menonton langsung. Seperti keyakinan saya terhadap kemenangan Christoph Waltz, begitu pula yang saya rasakan saat melihat akting Mo'nique dalam film ini.

Secara keseluruhan, film ini mengajarkan kita untuk meraih mimpi. Walaupun kita dikelilingi tembok penghalang yang mampu memupuskan harapan kita, kita harus berupaya sekuat tenaga menghancurkan tembok itu dan melesat meraih mimpi yang kita dambakan. Seperti Precious yang tidak menyerah untuk bersekolah walaupun ibu tidak mendukungnya, ia bertanggung jawab terhadap 2 anaknya, dan ia tidak mempunyai kesehatan yang baik demi meneruskan pendidikannya ke SMA dan college. Well, it's because life is... Precious.

written at March 8, 2010

Slumdog Millionaire review

Setelah penasaran bgt mau nonton film ini sejak JIFFEST 2008, akhirnya pada tanggal 5 Februari ini, saat premiere-nya film Sepuluh, gw nonton juga ni film dengan mengorbankan LTM, hehehe... Filmnya lucu bgt, lucunya karena karakter utamanya itu yang omongannya suka aneh2 dan ga disangka2. Tapi pas porsinya sedih dan menegangkan, kita jg bs dpt suasana itu. Pemerannya juga bener2 cocok dan ada beberapa yang menurut gw mainnya lebih bagus dari Sally Hawkins sendiri.

Ceritanya tentang seseorang yang menurut WHO itu sehat jiwa dan mental. Kenapa? Karena gw cuma inget poin ke-4 dr WHO (yg ktnya emang paling susah untuk dilakukan), gw cuma bs bilang klo dia itu bersikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Poppy (Sally Hawkins) adalah cewek yang seperti ini. Dia sangat ramah terhadap semua orang, sangat riang, hampir selalu tersenyum, tertawa, memandang semua kejadian yang menimpanya dengan positif, dan suka bersenang-senang. Dia seorang guru SD kelas 1 dan sudah berumur 30 thn.

Di bagian awal film ini kita sudah dipaparkan tentang karakter Poppy ini. Dari dia yang bersepeda dan memasuki sebuah toko buku. Di toko buku ini, penjaganya adalah orang yang kaku. Keceriaan Poppy terlihat dari dirinya yang selalu tersenyum dan bertegur sapa dengan pemilik toko buku itu walaupun tanggapannya hanya diam saja. Berikutnya saat ia kehilangan sepedanya, tanggapannya hanyalah, "I even don't have the chance to say goodbye". Jujur aja, gw pengen jd orang yg positif gini.

Hal yang ditonjolkan dari film ini adalah karakter Poppy yang sangat positif dan bentrok dengan lingkungannya yang sangat negatif. Adiknya, Suze adalah seorang penggerutu, begitu pula dengan temannya Zoe. Helena, adiknya yang paling kecil juga sering mengomel (walaupun mungkin disebabkan oleh hormon krn dia lg hamil). Partner kerjanya di sekolah juga orang-orang yang kaku atau penggerutu. Tetapi karakter yang paling berlawanan dengan Poppy adalah pelatih mengemudinya yang bernama Scott. Scott ini orang yang introvert, kaku, dan memandang dunia dengan negatif.

Dengan karakter-karakter yang dijumpainya itu, Poppy bisa tetap bertahan dengan kepribadiannya yang fun itu dan walaupun tingkah lakunya kadang-kadang terlihat childish, tp ia sebenarnya dewasa dalam bersikap. Ia bisa memahami Scott saat Scott mengomel2 mengutuk dunia. Ia bs mengetahui anak muridnya yang sedang bermasalah. Dan ia bisa mengatasi masalah-masalah itu. Tapi, dalam film ini juga dijabarkan sisi negatif dari orang yang 'kelewat baik' seperti Poppy. Akibatnya bs terjadi misunderstanding dengan orang lain dan akhirnya merugikan yang lain juga. Walaupun Poppy sudah diminta untuk 'stop being nice', ia tetap berkeras untuk menjadi karakternya sendiri dan si orang 'happy' ini di akhir cerita menjadi 'lucky'.
Seperti dialog dalam film ini antara Zoe dan Poppy
Zoe: Well... well, you make your own luck in life, don't you?
Poppy: Well, some of us do. Some of us miss the boat completely.
Nah, poppy ini jelas-jelas ga menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depannya.

written at February 20, 2009

Happy Go Lucky review

Setelah penasaran bgt mau nonton film ini sejak JIFFEST 2008, akhirnya pada tanggal 5 Februari ini, saat premiere-nya film Sepuluh, gw nonton juga ni film dengan mengorbankan LTM, hehehe... Filmnya lucu bgt, lucunya karena karakter utamanya itu yang omongannya suka aneh2 dan ga disangka2. Tapi pas porsinya sedih dan menegangkan, kita jg bs dpt suasana itu. Pemerannya juga bener2 cocok dan ada beberapa yang menurut gw mainnya lebih bagus dari Sally Hawkins sendiri.

Ceritanya tentang seseorang yang menurut WHO itu sehat jiwa dan mental. Kenapa? Karena gw cuma inget poin ke-4 dr WHO (yg ktnya emang paling susah untuk dilakukan), gw cuma bs bilang klo dia itu bersikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Poppy (Sally Hawkins) adalah cewek yang seperti ini. Dia sangat ramah terhadap semua orang, sangat riang, hampir selalu tersenyum, tertawa, memandang semua kejadian yang menimpanya dengan positif, dan suka bersenang-senang. Dia seorang guru SD kelas 1 dan sudah berumur 30 thn.

Di bagian awal film ini kita sudah dipaparkan tentang karakter Poppy ini. Dari dia yang bersepeda dan memasuki sebuah toko buku. Di toko buku ini, penjaganya adalah orang yang kaku. Keceriaan Poppy terlihat dari dirinya yang selalu tersenyum dan bertegur sapa dengan pemilik toko buku itu walaupun tanggapannya hanya diam saja. Berikutnya saat ia kehilangan sepedanya, tanggapannya hanyalah, "I even don't have the chance to say goodbye". Jujur aja, gw pengen jd orang yg positif gini.

Hal yang ditonjolkan dari film ini adalah karakter Poppy yang sangat positif dan bentrok dengan lingkungannya yang sangat negatif. Adiknya, Suze adalah seorang penggerutu, begitu pula dengan temannya Zoe. Helena, adiknya yang paling kecil juga sering mengomel (walaupun mungkin disebabkan oleh hormon krn dia lg hamil). Partner kerjanya di sekolah juga orang-orang yang kaku atau penggerutu. Tetapi karakter yang paling berlawanan dengan Poppy adalah pelatih mengemudinya yang bernama Scott. Scott ini orang yang introvert, kaku, dan memandang dunia dengan negatif.

Dengan karakter-karakter yang dijumpainya itu, Poppy bisa tetap bertahan dengan kepribadiannya yang fun itu dan walaupun tingkah lakunya kadang-kadang terlihat childish, tp ia sebenarnya dewasa dalam bersikap. Ia bisa memahami Scott saat Scott mengomel2 mengutuk dunia. Ia bs mengetahui anak muridnya yang sedang bermasalah. Dan ia bisa mengatasi masalah-masalah itu. Tapi, dalam film ini juga dijabarkan sisi negatif dari orang yang 'kelewat baik' seperti Poppy. Akibatnya bs terjadi misunderstanding dengan orang lain dan akhirnya merugikan yang lain juga. Walaupun Poppy sudah diminta untuk 'stop being nice', ia tetap berkeras untuk menjadi karakternya sendiri dan si orang 'happy' ini di akhir cerita menjadi 'lucky'.
Seperti dialog dalam film ini antara Zoe dan Poppy
Zoe: Well... well, you make your own luck in life, don't you?
Poppy: Well, some of us do. Some of us miss the boat completely.
Nah, poppy ini jelas-jelas ga menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depannya.

written at February 5, 2009

Wolfsbergen, Film yang cantik banget!!!

Buat yang belum tau, Wolfsbergen itu film Belanda yang dibuat oleh sutradara Nanouk Leopold.

Film ini diawali dengan hutan apa gitu yang pohonnya rada mirip cemara. Selama kira2 1 menit, kita terus disuruh melototin pemandangan itu. Bingung? Jelas! Mana film ini tuh termasuk film yang ga butuh music director, karena setiap adegan ga ada lagunya. Terus apa hebatnya gambar pemandangan itu? Bagus banget! Kenapa? Karena ada permainan warna di situ, kaya klo ada awan yang nutupin matahari, jadi menggelap, trus menerang lagi, menggelap lagi, menerang lagi, trus black out. Penting ga sih adegannya? Kayanya mau gambarin setting aja kali ya.

Lanjutnya, mulailah perkenalan tokoh2 dengan kegiatannya. Mostly gw uda rada lupa karena waktu itu kan masih belum ngerti dan susah banget ngafalin muka2nya itu. Pokoknya ada Maria (anak perempuan tertua) di rumah kosong dan mau menghuni tempat itu. Suaminya Maria namanya Ernst. Terus ada juga Sabine (anak perempuan kedua) yang bersuamikan Onno dan anaknya Haas dan Zilver (2-2nya perempuan). Setiap penggambaran kegiatan tokoh2 ini, selalu diakhiri dengan membaca sebuah surat, surat itu dari ayah mereka, Konraad yang menulis kalau dia mau mati di hari Lara (istrinya) meninggal. Dia merasa ga punya motivasi hidup lagi. Selain kedua anak perempuan itu, ada juga anak perempuan ketiga, Eva, yang ga menerima surat itu. Dia tinggal di tempat yang blm pantes disebut rumah karena blum dicat segala. Pada bagian ini juga diperlihatkan Sabine yang selingkuh dengan Micha, mungkin sih ex-nya, dan perseteruan Sabine dengan Onno.

Inti cerita dari film ini bukan Konraadnya, melainkan tanggapan keluarganya itu. Semua cuek kecuali Ernst. Mereka semua disibukkan dengan masalah mereka masing-masing. Maria dan Ernst yang pisah kamar dan tidak ada saling keterbukaan lagi di antara mereka, Sabine yang selingkuh dengan Micha, Sabine yang tidak setuju dengan cara hidup Eva sehingga akhirnya Onno malah jatuh cinta dengan Eva. Keluarga itu pun pecah dan akhirnya Sabine tinggal dengan Micha. Kedua anak mereka ikut ibunya dan Haas yang remaja harus menjaga adiknya yang masih kecil dan terbebani masalah perceraian kedua orangtuanya.

Semua konflik itu diakhiri dengan kepedulian mereka terhadap Konraad. Ernst selalu membantu Konraad di hari-hari terakhirnya, sebelum keluarga yang lain datang menemani. Konraad pun akhirnya meninggal dengan cara tidak meminum air selama beberapa hari.

Itu ceritanya, sekarang, kenapa gw sampe bilang ni film cantik banget? Karena sinematografinya yang oke banget! Di film ini gw nyadar banget kalo kameranya itu mostly statis. Jadi, anggap saja layar monitor itu sebuah panggung dengan setting2 yang ok dan orisinal. Pada beberapa adegan akan terlihat tokoh memasuki panggung (masuk ruangan) dan klo adegannya selesai, mereka akan meninggalkan panggung itu (keluar ruangan). Kira2 begitu kali ya penggambaran pengambilan anglenya. Setiap angle yang diambil itu ada maknanya, contoh waktu Eva di bis. Dia ada di sebelah kiri layar dan di balik punggungnya kita bisa liat pintu bis yang kebuka dan ketutup. Nanti, Onno akan datang dari pintu itu ke belakang Eva. Jadi semua adegan emang udah diatur susunannya. Bukan cuma itu, kebanyakan adegan ini memasang tokoh2nya di center video. Jadi, kanan kiri layar bisa aja tembok, tapi di tengah-tengah akan terlihat dapur misalnya, dan Sabine yang lagi beres2 di dapur. Atau di taman dengan pohon2 yang jarang, rumput yang hijau lebat, trus di tengah2 itu, ada Haas dan Zilver yang lagi duduk berdua. Keren banget d! Cantik! Tapi ada juga adegan kamera2 yang gerak. Waktu adegannya close up ato waktu long shot juga ada. Yang bikin gw terkesan waktu Haas lagi jalan di hutan. Nah, kamera itu benar2 mengusahakan Haas selalu di tengah video, dia sebagai pusatnya. Jadi saat Haas jalan, kamera juga gerak. Entah yang bagus kameramannya atau emang diedit ato dirancang begitu, perpindahan Haas jalan dan pergerakan kameranya tuh mulus banget! Jadi Haas selalu ada di tengah kamera. Ampun d, ok bgt! Jadi modalnya ky cuma kamera dan tripod doank dan jadilah film yang artistik bgt itu.

written at October 14, 2008

Review Chants of Lotus (Perempuan Punya Cerita)

Film penuh kontroversi dan adegan yang disensor ini akhirnya dirilis juga VCD/DVDnya. Bagi yang belum tau, film ini terdiri dari 4 film pendek yang disutradarai oleh 4 sutradara perempuan yang berbeda. Tema yang diangkat adalah tentang perempuan tentunya, nasib perempuan yang diperjualbelikan, diperkosa, dan persoalan lainnya lah. Berikut ini gw bakal ngebahas tiap ceritanya n tentu saja kelebihan dan kekurangan penggarapan filmnya.

1. Cerita Pulau (Chant from an Island)

Tokohnya Bidan Sumantri (Rieke Dyah Pitaloka) yang sayang banget sama Wulan (Rachel Maryam), seorang perempuan retardasi mental. Wulan ini masih muda dan tumbuh remaja sebagai seorang yang cantik. Nah, cowo-cowo di pulau sana suatu hari memperkosa dia. Waktu Sumantri ini ngelapor ke polisi, polisi mengingatkan dia dengan kasus aborsi yang dilakukan Sumantri ini. Sumantri, sebagai bidan, membela kalau dia tidak mengaborsi, ibunya akan meninggal. Polisinya tetep bersikukuh kalau aborsi itu dosa. Lama setelah itu, Sumantri yang takut kalau Wulan hamil memeriksa dia dan ternyata benar hamil. Akhirnya Sumantri pun mengaborsi Wulan bertepatan dengan ditemukannya pelaku pemerkosa. Believe it or not, pelakunya itu hanya memberikan sejumlah uang ke Maktua, walinya Wulan, atau orang tuanya (di sini hubungannya ga jelas). Sumantri marah dan dia pun bilang, “Uang tidak bisa membersihkan kesalahan… sampai kapan pun!!!” Tanggapannya? Para pemimpin pulau itu hanya tertawa saja mendengarnya. Sumantri yang sudah menyandang stadium 3 kanker payudara pun pingsan dan akhirnya dibawa ke Jakarta oleh suaminya. Lalu Wulan bagaimana? Cuma bisa menangis menatap kepergian Sumantri, orang yang selalu melindunginya. Seterusnya gimana? Mungkin makin banyak uang yang akan diterima Maktua, kita ga tau, film ini cuma membeberkan fakta yang ada aja.

Rieke Dyah Pitaloka bagus banget mainnya, Rachel Maryam juga membuktikan sekolah aktingnya itu ga sia2. Tapi… sebenernya kenapa tokoh Sumantri harus diceritakan kanker payudara stadium 3, tp ceritanya hanya berhenti sampai situ? Ga berkembang lagi, kecuali saat terakhir yang menyebutkan dia harus dibawa ke Jakarta untuk operasi (stadium 3 masih bisa operasi ya? Udah parah kali). Penampilannya juga ok2 aja tuh di sepanjang film, ga semakin mengurus ato semakin lemah, cuma terakhir aja yang dia pingsan. Menurut gw, cerita ini kurang digali n kurang ditekankan apa hubungannya sama cerita lain, kayanya kurang berhubungan aja karena gw tau inti cerita ini tuh Wulan.

2. Cerita Yogyakarta (Chant from a Tourist Town)

Wah, cerita ini paling mengagetkan. Gw baru tau kalo di Yogya, SMA uda pada seks bebas, bahkan mereka mulai dari SMP. Masalah utamanya tuh Rahma, anak SMA, pacar Bagas, yang diperkosa bergilir sama Bagas n temen2nya, Dimas, Bagas sendiri, satu lagi gw lupa siapa, n Yanto (sebenernya dia ga perkosa). Rahma cuma disuruh minum Sprite n makan nanas muda (memalukan banget pengetahuan ini untuk pelajar tingkat SMA yang belajar Biologi di kota pelajar, Yogyakarta) yang menurut mereka setelah itu bakal “brojol” dalam 3 hari. Ya ga mungkin lah! Trus ada lagi Safina (Kirana Larasati), temen Rahma, yang masih perawan dan naksir berat sama Jay (Fauzi Baadila), wartawan yang ngaku mahasiswa Jakarta. Jay ini ngeliput tentang seks bebas di pelajar SMA. Dari warnet yg boleh liat situs porno, ngedeketin Safina, ngedeketin Dimas dkk, n banyak lagi d. Rahma akhirnya dibawa ke klinik aborsi, krn dia sangat ketakutan, akhirnya ga jadi, menurut dia mending jadi “manten” aja (penganten maksudnya). Yg jadi suaminya? Bukan Bagas pacarnya sendiri, tp Yanto, orang yang ga ngapa2in dia. Caranya gimana? Di-lotere. Kaya klo mahasiswa FKUI bagi tugas untuk LTM aja, pake kertas. Parahnya lagi, temen2 Yanto itu ngejebak dia karena semua kertasnya ditulisin nama Yanto. Berikutnya ke cerita ke2, Safina. Akhirnya dia pun ga jd perawan lagi. Jay, cowok yang kurang ajar bgt ini, berhubungan seks sama dia, trus seminggu kemudian, balik ke Jakarta, tanpa ngucapin apa2. Tiba2 ada artikel dia yg jd headline koran. Heboh d cerita krn ada seks bebas di SMA. Safina yg ditanyain wartawan pun bilang, “Mas Jay… Kok ga ada cerita merawanin aku? Lupa ya?” Jay yg liat di TV pun malu, n pacarnya marah.

Cerita ini paling gw ga suka. Cerita Safina kaya tempelan aja. Sama polanya kaya cerita pertama. Rahma itu inti ceritanya, entah kenapa ditempelin cerita Safina. Emang Safinanya yang mau sama Jay, uda tau ga ada harapan sama orang di Jakarta, ya pasti ngeseksnya juga main2 aja, ga serius. Mungkin ini juga kenaifannya Safina. Mainnya standar aja, malah yg bagus kynya Dimas d. Bagian yg disensor: ML-nya Fauzi sama Kirana lah.

3. Cerita Cibinong (Chant from a Village)

Cerita yang paling bagus. Ada subtitlenya lagi, karena semuanya ngomong bhs Sunda. Esi (Shanty), pelayan di klub dangdut yg penyanyinya Trio Dag Dig Dhuer (hahaha…) dengan pemimpinnya Cicih (Sarah Sechan). Esi punya anak namanya Maesaroh dan pacar yg ga ada kerjaan. Setiap malem, Esi ninggalin Saroh dan cowoknya itu berduaan. Suatu malem, dia pulang lebih cepet n baru tau klo tnyata slama ini si pacarnya itu (lupa gw namanya, Narto klo ga salah) memaksa Saroh untuk melakukan sesuatu (bukan diperkosa yang jelas, tp ga tau juga krn kesensor). Trus ada tokoh lagi yg namanya Kang Mansur. Cicih seneng bgt sama Mansur ini krn dia dijanjiin kerjaan di Jakarta. Padahal Kang Mansur ini pedagang perempuan, bosnya Koh2 lg. Dia tertarik banget sama Saroh yg masih SMP untuk dijual ke orang Taiwan. Akhirnya dengan bodohnya, Cicih ngajak Saroh juga ikutan. Saroh sempet nulis surat ke Emaknya, bilang klo dia mau cari duit, untuk emaknya juga. Setelah beberapa lama, Cicih yg akhirnya jg cuma jadi pelacur nekat pulang kampung krn cowok yang dia tiduri meninggal tiba2. Sblm dia pulang, dia sempet denger percakapan Kang Mansur dan bosnya yg Koh2 itu dan taulah dia jadinya, bisnis apa sebenernya Kang Mansur itu. Setibanya di Cibinong, dia ketemu sama Esi, lalu dia kasi 1 foto perkawinan Saroh dgn orang Taiwan. Cicih yang sangat menyesal sambil menangis-nangis bilang ke Esi klo dia mau bantuin Esi dengan sama2 lapor polisi. Dia bersedia jadi saksi. Dengan tolehan Esi ke Cicih pun film ini berakhir.

Cerita ini yang penggarapannya paling keren, persoalannya rumit, perdagangan anak perempuan. Di situ, bukan cuma Saroh, banyak banget anak2 ABG yg dijualbelikan untuk orang2 Taiwan. Shanty (lagi-lagi) mainnya OK bgt!!! Gw tepuk tanganin dia 2x krn adegan nangisnya yg hebat abis. Dan Sarah Sechan juga aktingnya ok. Sutradara emang menentukan, bagian akhir baru gw liat, sutradaranya Nia Dinata. Ga heran d. Lagi2 masalah sensor, di bagian ini bener2 parah, jd ga tau Sarohnya diapain. Pdhal kan itu tmasuk inti ceritanya.

4. Cerita Jakarta (Chant from the Capital City)

Cerita ini yg menurut gw paling logis terjadi di sekeliling gw. Iyalah, settingnya aja di Jakarta dan karakternya itu lho, orang2 Jakarta bgt. Reno (Winky), suaminya Laksmi (Susan Bachtiar) mati karena AIDS. Di awal cerita diperlihatkan adegan dia jatoh di WC, lg nyuntik (kynya WC Blitz Megaplex di GI d, ijo2 gt soalnya). Setelah itu, Laksmi yg masih kentel Cinanya, lg doa di klenteng. Seiring dengan ceritanya, ternyata dia juga kena AIDS. Analisisnya: Reno nge-drugs, AIDS +, ML dgn Laksmi, Laksmi juga AIDS +. Laksmi ini berobatnya ke shinse. Nah, krn Renonya meninggal, banyak bgt d masalah. Pertama, mobilnya dicuri sama penagih utang, ktnya Reno utang 80juta, jd mobilnya diambil tiba2. Bsok paginya, Laksmi nganterin anaknya Belinda yg dipanggil Bebe ke sekolah dgn Royal Taksi. Di tengah jalan dia ditelpon pembantunya Ira, ktnya mertua dia (orang tua Reno) datang mau ngambil Bebe ini. Dia trus ngobrak-ngabrik kamar Laksmi n nemuin surat pemeriksaan PK di RSCM yg nyebutin dia AIDS +. Mertuanya (Tarzan dan Ratna Riantiarno) menyimpulkan, Laksmi nularin AIDS ke Reno (plis deeee!!!!). Bukan cuma itu, saudara2nya Reno siap di depan sekolahnya Bebe utk ngambil dia. Akhirnya, Bebe pun ga sekolah. Laksmi mati2an mempertahankan anaknya. Dia nginep di saudara angkatnya yg suaminya jg ga setuju krn ia AIDS (takut nular, pdhal AIDS kan nular melalui cairan tubuh), sampe ga makan demi Bebe, nyewa kamar kost (akhirnya kebakaran n dia pun diusir). Intinya, Laksmi makin parah sakitnya dan Bebe ga bs hidup normal spt anak seusianya. Akhirnya, seperti Ibu lainnya bila dalam posisi sama, ia merelakan anaknya hidup dgn mertuanya. Suatu pagi, Bebe pergi ke sekolah dan saat dijemput ia akan dijemput oleh mertuanya itu.

Susan Bachtiar main bagus banget di sini. Ekspresinya ok dan di film ini detail juga diperhatikan. Kesehatannya makin memburuk diperlihatkan dgn adegan batuk2, semakin pucat, dan kurus. Oya, di film ini juga seperti promosi RSCM. RSCM disebut2 sebagai RS yang ngasih obat gratis ke penderita HIV/AIDS. Inti cerita ini menurut gw logis bgt dan sangat mungkin terjadi. Orang tua anak lelaki yg terlalu sayang sama anaknya dan gak percaya klo anaknya berbuat yang tidak baik, akhirnya menyalahkan menantu perempuannya. Dan bukannya membantu menantunya, Laksmi malah diasingkan, dan mereka cuma mau ngambil cucunya yang punya hubungan keluarga sama dia. Oya, yg jadi Bebe itu bulenya kerasa bgt, bukan Cinanya. Sepertinya salah orang, dia juga rada kaku aktingnya.

Setelah lama menanti, akhirnya nonton juga film ini. Memang patut ditunggu, tp sayang, adegan2 yang disensor jd tidak membantu memaknai film ini. Aktor dan aktrisnya juga uda cape2 akting tp ga dihargai sama khalayak ramai. Kan sayang. Mudah-mudahan, film ini akan terus berlanjut di dunia film internasional. Soalnya ceritanya bener2 menguak kehidupan perempuan di berbagai daerah. Dengar-dengar ada yang lagi bikin film dokumenter ttg perempuan di daerah mana gt, gw lupa. Mudah2an aja, semakin banyak film Indonesia yg berkualitas kaya gini.

written at October 2, 2008

Dunia Film

Penulis blog ini adalah seorang pecinta film. Baginya film adalah suatu media refleksi dari kehidupan manusia. Film bercerita tentang kehidupan manusia di berbagai belahan dunia, kebudayaannya, dan tentu saja, sifat manusia itu sendiri. Bagi pecinta film yang senang mengenal kebudayaan bangsa lain dan mengamati sifat manusia, tentunya film adalah suatu alat terbaik buatnya untuk melihat dunia. Di sinilah ia mendapatkan pelajaran yang lebih berharga daripada yang ditemukannya di textbook kuliah. Seringkali ia pun terbawa oleh semangat film yang ditonton dan menghasilkan mimpi-mimpi yang entah dapat terwujud atau tidak.

Tentunya bukan sembarang film yang ditonton olehnya. Jenis film yang disukainya adalah drama yang memuat segala hal yang didambakannya di film. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa film drama membutuhkan analisis dan deduksi untuk menontonnya, sehingga bila kejenuhan datang, ia lebih suka menonton film-film komedi romantis, aksi, fantasi, bahkan film horor yang tidak sesuai dengan nalarnya.

Karena pada akhirnya tidak dapat terlibat secara penuh dalam dunia perfilman, sang penulis pun memutuskan untuk meneruskan pesan dari para pembuat film. Setelah mencoba menulis berbagai ulasan di beberapa situs pertemanan, akhirnya penulis memutuskan untuk menyatukannya dalam blog ini dan semakin serius mendalami dunia film dan giat menyebarkan arti film-film yang mampu menggugah penulis.