Buat yang belum tau, Wolfsbergen itu film Belanda yang dibuat oleh sutradara Nanouk Leopold.
Film ini diawali dengan hutan apa gitu yang pohonnya rada mirip cemara. Selama kira2 1 menit, kita terus disuruh melototin pemandangan itu. Bingung? Jelas! Mana film ini tuh termasuk film yang ga butuh music director, karena setiap adegan ga ada lagunya. Terus apa hebatnya gambar pemandangan itu? Bagus banget! Kenapa? Karena ada permainan warna di situ, kaya klo ada awan yang nutupin matahari, jadi menggelap, trus menerang lagi, menggelap lagi, menerang lagi, trus black out. Penting ga sih adegannya? Kayanya mau gambarin setting aja kali ya.
Lanjutnya, mulailah perkenalan tokoh2 dengan kegiatannya. Mostly gw uda rada lupa karena waktu itu kan masih belum ngerti dan susah banget ngafalin muka2nya itu. Pokoknya ada Maria (anak perempuan tertua) di rumah kosong dan mau menghuni tempat itu. Suaminya Maria namanya Ernst. Terus ada juga Sabine (anak perempuan kedua) yang bersuamikan Onno dan anaknya Haas dan Zilver (2-2nya perempuan). Setiap penggambaran kegiatan tokoh2 ini, selalu diakhiri dengan membaca sebuah surat, surat itu dari ayah mereka, Konraad yang menulis kalau dia mau mati di hari Lara (istrinya) meninggal. Dia merasa ga punya motivasi hidup lagi. Selain kedua anak perempuan itu, ada juga anak perempuan ketiga, Eva, yang ga menerima surat itu. Dia tinggal di tempat yang blm pantes disebut rumah karena blum dicat segala. Pada bagian ini juga diperlihatkan Sabine yang selingkuh dengan Micha, mungkin sih ex-nya, dan perseteruan Sabine dengan Onno.
Inti cerita dari film ini bukan Konraadnya, melainkan tanggapan keluarganya itu. Semua cuek kecuali Ernst. Mereka semua disibukkan dengan masalah mereka masing-masing. Maria dan Ernst yang pisah kamar dan tidak ada saling keterbukaan lagi di antara mereka, Sabine yang selingkuh dengan Micha, Sabine yang tidak setuju dengan cara hidup Eva sehingga akhirnya Onno malah jatuh cinta dengan Eva. Keluarga itu pun pecah dan akhirnya Sabine tinggal dengan Micha. Kedua anak mereka ikut ibunya dan Haas yang remaja harus menjaga adiknya yang masih kecil dan terbebani masalah perceraian kedua orangtuanya.
Semua konflik itu diakhiri dengan kepedulian mereka terhadap Konraad. Ernst selalu membantu Konraad di hari-hari terakhirnya, sebelum keluarga yang lain datang menemani. Konraad pun akhirnya meninggal dengan cara tidak meminum air selama beberapa hari.
Itu ceritanya, sekarang, kenapa gw sampe bilang ni film cantik banget? Karena sinematografinya yang oke banget! Di film ini gw nyadar banget kalo kameranya itu mostly statis. Jadi, anggap saja layar monitor itu sebuah panggung dengan setting2 yang ok dan orisinal. Pada beberapa adegan akan terlihat tokoh memasuki panggung (masuk ruangan) dan klo adegannya selesai, mereka akan meninggalkan panggung itu (keluar ruangan). Kira2 begitu kali ya penggambaran pengambilan anglenya. Setiap angle yang diambil itu ada maknanya, contoh waktu Eva di bis. Dia ada di sebelah kiri layar dan di balik punggungnya kita bisa liat pintu bis yang kebuka dan ketutup. Nanti, Onno akan datang dari pintu itu ke belakang Eva. Jadi semua adegan emang udah diatur susunannya. Bukan cuma itu, kebanyakan adegan ini memasang tokoh2nya di center video. Jadi, kanan kiri layar bisa aja tembok, tapi di tengah-tengah akan terlihat dapur misalnya, dan Sabine yang lagi beres2 di dapur. Atau di taman dengan pohon2 yang jarang, rumput yang hijau lebat, trus di tengah2 itu, ada Haas dan Zilver yang lagi duduk berdua. Keren banget d! Cantik! Tapi ada juga adegan kamera2 yang gerak. Waktu adegannya close up ato waktu long shot juga ada. Yang bikin gw terkesan waktu Haas lagi jalan di hutan. Nah, kamera itu benar2 mengusahakan Haas selalu di tengah video, dia sebagai pusatnya. Jadi saat Haas jalan, kamera juga gerak. Entah yang bagus kameramannya atau emang diedit ato dirancang begitu, perpindahan Haas jalan dan pergerakan kameranya tuh mulus banget! Jadi Haas selalu ada di tengah kamera. Ampun d, ok bgt! Jadi modalnya ky cuma kamera dan tripod doank dan jadilah film yang artistik bgt itu.
written at October 14, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar