Kamis, 03 Juni 2010

Agora, a film about men's stupidity and woman's thoughts


Setelah menonton film ini ada rasa penyesalan yang sangatttttt mendalam. Bukan karena filmnya jelek tetapi karena emosiku yang akhir-akhir ini terlalu berlebihan, terbawa, terombang-ambing, dan dihempaskan. Semua oleh film Agora ini. Terlalu terbawa perasaan kalau kata orang. Terlalu banyak kebencian yang aku rasakan saat menonton film ini, padahal film itu hanya menyajikan kebenaran.
Setting waktunya kalau menurut cover dvd adalah pada tahun 391 AD. Saat itu di Aleksandria, Mesir, agama Kristen mulai memasuki kota itu. Mulailah kebencian yang aku rasakan, karena film ini menceritakan pertentangan agama. Saat itu di Mesir masih menyembah dewa-dewanya yang banyak itu. Aku sangat mengagumi setting tempat dan kebudayaannya. Begitu banyak hasil seni yang melambangkan para dewa, buku-buku yang melambangkan kemajuan ilmu pengetahuan mereka, dan segala macam kebudayaan lainnya yang memang dimiliki oleh Aleksandria. Sayang sekali, karena penganut agama Kristen yang waktu itu memang sosial menengah ke bawah menghancurkan semuanya. Sebagai penganut agama Kristen, aku jadi malu pernah punya nenek moyang seperti itu, begitu bodoh, tidak berbudaya, dan sangat liar. Tapi ini adalah bagian dari sejarah. Agama Kristen pun berkuasa. Lalu kembali terjadi pertentangan, kali ini dengan agama Yahudi. Uskup baru Kristen adalah orang yang sangat licik dan membenci Yahudi. Dengan intrik politik yang sangat menyebalkan, orang-orang Kristen bisa dikatakan "menang" melawan orang Yahudi. Oya, perlu dicatat bahwa agama Kristen mempunyai pasukan atau tentara Kristus yang bersenjatakan batu dan pedang. OMG, sangat brutal dan bodoh!!!
Tersebutlah seorang filsuf wanita bernama Hypathia, seorang wanita yang mempunyai keyakinan terhadap filosofi. Ia menghabiskan hidupnya mengungkapkan misteri alam semesta. Kalau dari film ini, ia ternyata adalah penemu orbit bumi berbentuk elips. Ia penganut heliosentris yang juga sudah lebih dulu ada teorinya. Aku sangat mengagumi wanita seperti ini. Hidup pada zaman wanita masih dianggap rendah, kepintarannya sangatlah menonjol. Dan dibandingkan laki-laki bodoh yang sangat tunduk dengan ajaran agama masing-masing sampai-sampai semua perkataan di Alkitab diakui, Hypathia adalah satu-satunya orang yang mengikuti logikanya. Ia pun tetap mempertahankan keyakinannya itu sampai akhir hayatnya. Sebenarnya akhir ceritanya terlalu tragis tapi mungkin memang itu yang terjadi dan sutradara film Agora sungguh berhasil menanamkan bumbu-bumbu agar cerita ini menarik diangkat ke layar lebar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar