Sabtu, 20 November 2010

In desperate

Rasa ini tak berubah
Gelora ini tak kunjung padam
Saat kumelihatmu
Masih saja kusulit bernapas
Kusulit berkata
Hanya bisa tersenyum bodoh
Diam walau berharap banyak
Sekilas melihatmu
Mampu mencerahkan hariku
Bila kau bersama yang lain
Mampu membuatku menangis
Kamu berbeda
Tak seperti yang lainnya
Kamu satu-satunya

Senin, 01 November 2010

For You, From Your Secret Admirer

Kau memasuki ruangan
Pandangan kita bertemu
Karena malu aku langsung memalingkan wajahku
Tak sempat senyum kusunggingkan untukmu
Kau membuat jantungku berdegup kencang
Gerak-gerikku pun tak terkendali
Kumelangkah menjauh
Tapi ternyata kau ada di sisiku
Susah payah kukontrol napasku
Dan kutahan senyumku
Walau kuingin tertawa bahagia
Karena mimpiku terlaksana

Aku tahu kau sadar akan daya tarikmu
Tapi apakah kau tahu kalau kau melelehkanku?
Mengubah total diriku menjadi seorang remaja
Yang akan berbuat apapun demi idolanya
Aku memuja setiap inci tubuhmu
Senyum dan suaramu membuatku terbuai
Apalagi tatapan matamu padaku
Tahukah kau betapa aku sangat menginginkanmu?
Tapi kutak kuasa berucap
Hanya magnetmu yang menarikku
Tuk senantiasa memandangimu
Entah bagaimana kau bisa memahami perasaanku
Aku ingin mengenalmu lebih jauh
Aku ingin kau memperhatikanku
Aku ingin menjadi orang terdekatmu
Mungkin ini hanya kekaguman
Mungkin ini bukan cinta
Tapi bagaimanapun juga
Kau membuatku rindu
Akan waktu yang kita lewati bersama

Senin, 20 September 2010

Gangguan Penyesuaian

Perempuan, 22 tahun dengan keluhan utama lemas dan mudah capek sejak 3 minggu lalu. Sejak 3 minggu lalu, OS merasa lemas dan mudah capek. Lemas dirasakan terutama pada punggung, membuat pasien terlalu lelah untuk duduk dan hanya mau berbaring. Pasien masih dapat berjalan jauh. Pasien mengaku mengalami gangguan tidur. Selama seminggu pasien mengatakan sulit tidur, namun bisa diatasi dan saat ini merasa terlalu sering tidur dan cepat mengantuk. Siang hari sudah mengantuk dan berkali-kali tertidur saat diskusi maupun kuliah walau malamnya sudah tidur cukup. OS juga merasa tidak bergairah untuk melakukan kegiatannya sehari-hari, kurang nyaman dengan lingkungan sekitarnya, dan mengalami perubahan suasana yang membuatnya selalu murung. Pasien adalah orang yang gemar menonton di bioskop namun menjadi malas untuk bepergian. Ia hanya ingin tidur di rumah. Pasien mengaku sering melamun dan menghabiskan waktunya di depan komputer berjam-jam tanpa melakukan sesuatu yang berharga. Nafsu makan meningkat, pasien tidak peduli dengan berat badannya. BAK semakin sering, membuat pasien curiga kena infeksi, memeriksa lab, dan minum antibiotik selama 3 hari. BAB tidak teratur, tidak menentu, kadang seperti mencret, kadang normal, kadang susah keluar. Sakit perut sering dialami, waktu tidak menentu, terasa mulas.

Tiga minggu lalu, pasien ditinggalkan orang yang disayanginya.

Dream

Last year, when my Oma was hospitalized for about 3 weeks, I kept praying to God, "Please heal her, give her at least another 2 years, until my graduation." And I used to imagine the day I would graduate as "Dokter", I would wear my robe, along with the hat, came into Oma's room, and told her proudly. "I'm a doctor, Oma!" And she would smile happily as I was the only grandkid so far who followed my grandpa's and mom's career. I replayed the scene over and over because she was the motivation I still survived in this study. As the time goes by, I imagined two scenes, one is for my "Sarjana Kedokteran" graduation, and the second is what was mentioned above. The script was the same, I was preparing to wear the robe and the hat, I surprised my Oma in her room and of course, she would smile... widely... as she used to do everytime I opened her door.

Last month, when Oma was hospitalized for the last time, I kept praying to God, "Please heal her, give her some time, at least until my uncle's arrival (which was the day she died)." And we tried so hard to keep her alive. We told her that my sister would return from Malaysia (6 days before), her sister would return from Australia (5 days before), I would graduate (1 day before), and surely, my uncle's arrival - which was too late. Anything to give her more strength, more motivation. And I would never imagine that in the day that I graduated as "Sarjana Kedokteran", the scene would be totally different. With only t-shirt, shorts, and flip flops (as I had washed my hairsprayed hair and make-up face) and a bag of robe and hat, I would enter Oma's room in hospital. I wore a mask, smiled to her, hoping that she was conscious, but she was sleeping with her mouth wide opened. And I would never imagine that that day, I would take a picture with her in an unconscious state. But that was happened. And I want to punish myself because when she woke up, I didn't tell her that I had graduated, that I was "S, Ked." then. Because if I had told her, MAYBE... she would be happier and stronger, facing the day after, waiting for her beloved son. And of course I would never imagine that that was the last time I saw her alive...

People said that I had to let her go and I told them I did. But as time goes by, I kept tracing back her symptoms, what must be done and what mustn't be done. It was really hard to let her go, sorry... it IS hard to let her go.

Rabu, 01 September 2010

For Oma

She's a fighter...

He left her due to cancer

Then she fought her best for her 7 kids

And she succeeded


She's a fighter...

She had RA in her 70s

She did all the forbiddances

She did all the medications

She did all the rehabilitations


She's a fighter...

She had to face the death of her own daughter

And she stood up, fought to walk again


She's a fighter...

She couldn't accept that she was getting sicker

But slowly,

She let us help her


She's a fighter...

When the CAP infected her

And all of her kids accompanied her

She fought...

With a decompensated heart and pulmonary edema

She was back to life

A life with NGT and catheters

And she didn't complain

She smiled everytime we talked to her


She's a fighter...

She had to face the reccurent urinary infection

She had to be hospitalized every 1 to 3 months

Yet she used to go home


She's a fighter...

The last time she was hospitalized

Everything was different

The symptoms, the room

Apparently she got Pseudomonas and HAP

And still, she fought for about a week

Then she was free from the suffering

Leaving us a big hole in our hearts


She's the strongest person I've known

For 84 years she had fought

for love and family

Living a silent and immobilized life

The one person who lived for others

The one person who watched us

The one person who loved us

She's my OMA...


Sabtu, 31 Juli 2010

God works in mysterious ways

Hari Kamis, tanggal 22 Juli, aku bangun dengan perasaan perih di lambung. Rasanya seperti maag kambuh akibat lama tidak makan tetapi jauh lebih parah. Aku teringat bahwa malam sebelumnya aku juga merasakan hal yang sama. Terdengar dari luar kamarku, papa sibuk melakukan segala sesuatu sebelum ia berangkat. Aku pun keluar dan setelah menimbang beberapa lama, aku mengatakan bahwa maagku sepertinya kambuh. Karena saat itu kira-kira sudah jam 9, papa tidak meladeni keluhanku, apalagi hanya maag. Ia pun pergi dan meninggalkanku merenungkan gejala yang kualami ini. Pikiranku jauh melayang sampai ke ulkus peptikum, perasaan perih disertai nyeri yang semakin parah bila aku berjalan, bahkan tidur terlentang. Aku pun mengirim pesan singkat kepada papa dan sore harinya (dengan penuh penderitaan menjalani siang hari), aku ke dokter. Dan juga dengan penuh penderitaan menunggu kurang lebih 2 jam dengan harapan bertemu dengan seorang KGEH, aku hanya bertemu SpPD biasa. Tidak disangka saat itu aku demam tinggi dan aku pun diberi obat dan diet ketat untuk maagku. Diagnosis saat itu tifus dan aku dianjurkan periksa laboratorium bila dalam 3 hari demam tidak turun. Keesokan harinya, gejala tidak membaik. Mama pulang dari luar negeri dan sangat mengkhawatirkanku. Ia pun mencari dokter langgananku yang hari itu praktek di salah satu RS sangattttt jauh dan butuh 2 jam di jalan untuk sampai ke sana. Setelah bersusah payah menunggu (lagi!), sampai di sana aku pun demam. Dokter memberikan aku sederet pemeriksaan laboratorium yang harus kujalani. Diagnosis saat itu demam berdarah. Mama lalu bertanya tentang kemungkinan aku dapat pergi ke Perancis tanggal 26 Juli. Dengan tegasnya ia berkata tidak dan memberikan contoh seorang anak profesor FKUI yang meninggal 2 hari sebelum ujian spesialisnya akibat syok demam berdarah. Hmm... siapa yang tidak takut mendengar cerita itu? Setelah memeriksa laboratorium, besoknya kami bertemu dokter itu lagi di rumah sakit yang lain yang harus menunggu kurang lebih 4 jam. Dari hasil lab, terlihat bahwa aku terinfeksi bakteri sejenis tifus namun lebih ringan. Fungsi hatiku meningkat banyak dan dugaan dengue semakin mengarah padahal tes sebelumnya negatif. Tiba-tiba sang dokter menyarankan untuk dirawat. Aku langsung menjawab tidak. Tapi dalam pikiranku, aku menimbang segala hal positif dan negatif bila aku dirawat dan tentu saja lebih banyak ke hal positif. Dengan mengorbankan kepergianku tanggal 26, aku pun diopname pada tanggal 25 Juli. Dari segala pemeriksaan yang dilakukan, akhirnya terlihat bahwa aku menderita dengue, lebih tepatnya demam dengue. Fungsi hati masih tinggi namun tidak ada hepatitis (syukurlah). Gejala diare dan mual datang dan pergi seenaknya.

Beberapa kali aku bertanya-tanya dalam hati, "Apa sebenarnya tujuan Tuhan memberikan aku penyakit ini? Apakah untuk menghukum aku yang selama ini menyangsikan keberadaanNya? Atau malah menyelamatkanku karena tahu aku pasti akan terbantai habis bila tetap pergi?" Seiring berjalannya waktu, aku pun mendapatkan jawabannya. Aku sama sekali tidak terbayang bila dalam penerbangan lebih dari 10 jam itu, aku dapat kuat bertahan, terutama bila gejala demam berdarahku semakin memburuk. Saat itu aku berpikir, "Yahh, mungkin ini memang yang terbaik untukku. Tuhan masih sayang kepadaku dan menyelamatkanku." Dan tentu saja semua orang tahu bila berhadapan dengan demam berdarah, urusannya adalah nyawa. Jadi walaupun begitu banyak kerugian yang kusebabkan, tapi yang penting aku masih hidup, bertahan melawan penyakit yang sudah 3x menginfeksiku dan pernah membunuh sahabat karibku.

Saat ini, setelah lebih dari 1 minggu berlalu dan sudah keluar dari perawatan RS, keadaanku sudah jauh lebih baik tetapi masih belum fit 100%. Masalah sepertinya terus saja datang dan membuatku terus memikirkan penyakit terburuk yang dapat menjelaskan semua keadaan yang aku alami. Saat ini kedudukannya sama, dalam 2 hari lagi aku akan berangkat ke Perancis, menyusul ide liburan dari mama. Dan aku pun ke dokter lagi karena kontrol dan memburuknya suatu masalah lama. Akhirnya penyebabnya dapat diketahui dan aku pun menyesali kecerobohanku. "Apakah ini suatu tanda bahwa aku sebaiknya tidak pergi?" begitulah pikirku lagi. Tapi ternyata dokter yang lain ini mengizinkan aku walaupun sebenarnya dia menganjurkan untuk opname lagi untuk observasi. Dengan berbagai macam syarat yang sepertinya mustahil dilakukan di Perancis saat liburan, hatiku rasanya tidak menentu. Ingin senang atau khawatir. Satu kesalahan kecil saja nanti bisa menghancurkan hidupku. Mungkin memang terlalu berlebihan, tapi setidaknya aku tidak dapat menjalani kehidupan selayaknya orang-orang seusiaku. Tapi yang penting, aku masih hidup. Karena seandainya saja aku tetap berangkat tanggal 26 Juli, selain nyawaku bisa tercabut akibat virus Dengue yang mematikan, - kalaupun aku masih hidup - aku bisa-bisa terjangkit hepatitis atau mungkin lebih parah lagi. Wah, ternyata Tuhan memang bekerja dengan caraNya sendiri. Semoga saja jalan yang saat ini aku tempuh benar dan Ia selalu menyertaiku. Dan semoga saja kejadian ini membuatku dekat denganNya lagi. :)

Sabtu, 24 Juli 2010

France

Saat kumerenung
Kau bisikkan kata-kata indah
Membuatku melambung
Terpesona akan bahagia

Dan kau pun berjanji
Dan kau pegang kata-katamu
Aku pun begitu
Bersama kita jalani

Mimpi indah memang tidak nyata
Hidup bagaikan mimpi juga tidak ada
Aku pun hanya termangu
Kau tetap tegak terpaku

Apakah ini yang disebut karma?
Ataukah ini hukumanku?
Atau Kau malah membantuku?
Atau ini hanyalah cobaan semata?

Bila jodoh akan bertemu jua
Bila Ia berkenan kita akan bersama juga
Kuhanya berharap semua dapat tercapai
Agar kita dapat abadi

Sabtu, 17 Juli 2010

Stuck

Kosong...
Hampa...
Sepi rasanya malam ini
Pikiranku buntu
Cahaya itu redup
Aku termangu
Aku termenung
Kosong ini...
Akankah terisi?
Oleh apa?
Kumencari
Tapi tetap kuberdiam
Lumpuh...
Kosong ini...
Apakah abadi?

Jumat, 25 Juni 2010

Cinta dalam The Last Station

Everything that I know... I know only because I love
Leo Tolstoy - War and Peace

The Last Station dimulai dengan kutipan di atas yang menggambarkan kepercayaan Tolstoy akan cinta. Tema ini memang sangat universal dan terdengar standar, tetapi Leo Tolstoy (penulis dan filsuf kebangsaan Rusia) membentuk suatu faham yang didasari oleh cinta dan diwujudkan oleh pengikutnya secara ekstrem. Tolstoy adalah aristokrat Rusia yang menentang ajaran Gereja Ortodoks. Ia mempercayai Yesus dan menerapkan ajaran cinta kasih dan anti kekerasan di segala kehidupannya. Ia adalah orang yang penuh cinta, menghormati orang-orang di sekitarnya walaupun namanya sudah begitu besar dan pengikutnya banyak. Ia menerapkan ajaran anti kekerasan yang akhirnya mempengaruhi Mahatma Gandhi dengan ahimsa-nya. Singkatnya, Tolstoy adalah pribadi yang begitu dipuja dan dihormati oleh semua orang. Salah satu nabi Yesus, dokter pribadinya berkata. Dalam The Last Station, penonton disajikan kompleksitas cinta yang terjadi pada hubungan Tolstoy dan istrinya.

Di dalam film, adegan dibuka dengan Helen Mirren sebagai Sofya Andreyevna, istri Tolstoy (Christopher Plummer) yang membuka jendela lalu berbaring di pelukan suaminya. Tangan Leo yang awalnya berada di bahu sang istri terkulai jatuh dan Sofya berusaha menahan lengan itu. Dari adegan ini sudah tergambar hubungan yang tidak harmonis antara sepasang suami istri yang berbeda 16 tahun itu. Hubungan mereka yang saling mencintai namun tidak memahami dan tidak berkorban satu sama lain mengisi alur cerita film ini. Diceritakan oleh Sofya bagaimana dahulu, saat awal pernikahan, kehidupan mereka begitu harmonis. Sofya sangat mendukung suaminya dalam menulis, bahkan mereka mendiskusikan karakter yang mereka ciptakan. Setelah Tolstoy mengeluarkan ajarannya dan banyak pemuda-pemudi yang mengikuti alirannya, Tolstoy pun berubah. Istrinya bukan lagi partner kerjanya karena adanya Vladimir Chertkov (Paul Giamatti) yang membentuk Tolstoyan. Sofya pun tidak memahami keyakinan suaminya dan sebutan "drama queen" sangat cocok melekat padanya. Perbedaan karakteristik keduanya yang sangat mencolok membuat orang-orang di sekitar Tolstoy, bahkan anaknya sendiri Sasha berusaha memisahkan mereka. Tingkah laku Sofya yang terlalu mendramatisir segala suasana dan teriakan serta perkataannya yang tajam bertentangan dengan Tolstoy yang mencari kedamaian dan ketenangan. Walaupun begitu, cinta dan hasrat selalu ada di antara mereka. Sofya selalu mempunyai cara untuk menunjukkan cintanya. Namun, pertentangan mereka juga selalu hadir. Puncaknya saat Leo ingin membuat surat wasiat baru yang berisi pewarisan harta kekayaannya untuk rakyat miskin. Sofya yang kuatir akan kesejahteraan hidupnya kelak sangat menentang keputusan ini. Sementara itu, Vladimir Chertkov yang mewakili Tolstoyan ingin membentuk ikon Tolstoy yang sempurna (walaupun sebelum ajarannya terbentuk, Tolstoy bukanlah seorang yang patut ditiru).

Walapun jalinan cinta antara kedua sejoli tersebut sangat kuat, orang-orang terdekat Tolstoy (Chertkov, dokter pribadinya, Sasha anaknya) berhasil memisahkan keduanya. Tolstoy pun pergi meninggalkan kediamannya di Yasnaya Polyana tak lama setelah ia menandatangani surat wasiat baru. Umurnya yang sudah uzur tidak dapat menahan terpaan bakteri sehingga ia pun sakit-sakitan dalam perjalanan. Di stasiun Astapovo, ia sakit parah (pneumonia-Wikipedia.org) dan tidak dapat melanjutkan perjalanan. Kesadarannya menurun dan ia pun mengucapkan nama Sofya berkali-kali. Sofya pun datang, namun orang-orang melarangnya menemui suaminya sendiri dengan alasan perilaku Sofya yang kurang pantas. Di saat terakhirnya, kesadaran Tolstoy yang begitu menurun membuatnya tidak dapat berkomunikasi dengan istrinya.

Dalam film ini kita belajar tentang cinta, bagaimana sepasang suami istri mempertahankan pernikahan mereka hanya karena cinta, dan menyampingkan perbedaan-perbedaan yang mengganggu ketenangan hidup. Cinta yang ekstrem digambarkan dalam ajaran Tolstoyan, mengajarkan kita untuk mencintai sesama makhluk hidup, bahkan tidak boleh membunuh seekor nyamuk. Seorang Tolstoyan yang bimbang saat berhadapan dengan cinta karena memeluk ajaran Tolstoy dengan begitu kaku.

Cinta tidak dapat ditulis. Cinta tidak dapat dilukis. Cinta tidak dapat diungkapkan. Cinta tidak dapat dipegang. Cinta tidak dapat diatur. Cinta tidak dapat dikurung. Biarkanlah cinta bebas dan kamu akan menemukan kebahagiaan.

Jumat, 11 Juni 2010

Sex and The City 2, "I AM WOMAN"


Oh yes I am wise
But it's wisdom born of pain
Yes, I've paid the price
But look how much I gained
If I have to, I can do anything
I am strong (strong)
I am invincible (invincible)
I am woman


Lagu di atas dinyanyikan dengan sangat amatir oleh Sarah Jessica Parker, Kim Cattrall, Kristin Davis, dan Cynthia Nixon dalam film Sex and The City 2. Walau begitu, tetap saja lagu itu dapat memeriahkan suasana dan mendapat tanggapan yang sangat positif dari audiens. Bukan cuma hiburan yang disuguhkan, tetapi lirik lagu itu menggambarkan keseluruhan film.
Film Sex and The City 2 memang tentang wanita dan masalah-masalahnya. Cerita yang fairy tale, baju-baju bermerk dan glamor, pria-pria keren, dan tempat-tempat eksotis menghiasi film ini. Yang mengejutkan adalah kali ini sang penulis ingin menyampaikan pesan yang sedikit 'lebih berat' dari film pertama. Yah, karena ini film sekuel, tentu saja perbandingannya dengan film pertama tidak dapat dihindari. Kalau film pertama dapat mengemas masalah tiap karakter dan mengembangkannya dengan baik, pada film ini kurang terlihat karena dibayangi oleh tema besar yang memang ingin diangkat. Tema besar itu adalah "Suara Perempuan" yang dengan ekstrem digambarkan oleh Michael Patrick King (sutradara dan penulis) tentang Perempuan Barat dan Perempuan Timur. Tentu saja gambaran Perempuan Barat diwakili oleh 4 sahabat yang sudah kita kenal. Perempuan Timur di sini adalah para wanita Abu Dhabi yang harus memakai jilbab dan cadar. Kontradiksi antara keterbukaan perempuan Barat dengan ketertutupan perempuan Timur disatukan dengan hak suara yang dimiliki perempuan. Carrie Bradshaw baru saja merilis bukunya, suatu satire tentang pernikahan yang dikritik oleh The New Yorker. Karikaturnya digambarkan dengan bibir yang ditutup. Ia lalu menyamakan dirinya dengan para perempuan Abu Dhabi yang memakai cadar. Masalah ini langsung terjawab oleh Samantha dengan mengatakan bahwa penulis review merasa terintimidasi. Masalah yang sama juga dialami oleh Miranda Hobbes, sang pengacara yang begitu menyukai pekerjaannya. Suatu hari ada atasan baru yang sangat tidak menyukainya dan selalu mengangkat tangannya untuk menyuruh Miranda diam. Miranda pun akhirnya menyadari bahwa itulah penyebab atasannya tidak menyukainya, karena merasa terintimidasi oleh suara seorang perempuan. Puncaknya adalah bentrokan budaya yang dialami Samantha Jones yang kita tahu adalah seorang gila seks. Dari cara ia berbicara, berpakaian, dan berlaku, semuanya salah di mata Miranda yang mempelajari kebudayaan Abu Dhabi. Tapi Samantha tetaplah Samantha. Ia tidak dapat dikekang oleh budaya mana pun. Alhasil ia pun ditangkap polisi dan liburan indah mereka harus diakhiri. Tetapi bentrokan budaya Barat dan Timur belum selesai bila tidak diakhiri dengan Samantha berpakaian tank top dan celana pendek (karena kepanasan) membereskan tasnya yang jatuh, dengan dikelilingi para pria Abu Dhabi yang berpakaian khas daerah mereka dan akan pergi shalat Jumat. Mereka semua berdiri mengelilingi Samantha dengan gerak-gerik seperti menghakiminya. Pesan berikutnya bahwa semua perempuan di belahan dunia mana pun sama, tidak peduli kemasan luarnya, tersampaikan dengan adegan para perempuan Abu Dhabi melepas jilbab dan baju khasnya (sempat disebut oleh Miranda) dan ternyata berpakaian layaknya Perempuan Barat.
Selain masalah di atas yang memang serius, tentu saja masalah perempuan yang umum ditemukan juga diangkat dalam film ini. Charlotte sebagai ibu rumah tangga yang sangat mencintai keluarganya merasa sangat bersalah karena menikmati liburan tanpa kedua anak yang memang merepotkan. Pasalnya, Rose yang saat ini berumur 2 tahun selalu berteriak dan menangis. Lily pun tidak membantu karena ia sudah lebih besar dan aktif. Untungnya ada pengasuh penuh waktu yang sangat membantunya tetapi sangat seksi sehingga ia merasa terintimidasi, takut suaminya 'bermain' dengan pengasuhnya. Di sepanjang film, sifat cemasnya ini sangat tergambarkan. Lalu, Miranda yang seorang ibu, merasa bersalah karena tidak dapat lebih dekat dengan anaknya, tetapi di satu sisi ia juga sangat menyukai pekerjaannya. Carrie yang saat ini sudah menikah selama hampir 2 tahun, tidak dapat menyesuaikan diri dengan gaya hidup suaminya. Mereka mempunyai kebebasan sendiri tentang perkawinan dan hal itu ditentang oleh orang-orang sekelilingnya. Belum lagi Carrie bertemu dengan mantan kekasihnya di Abu Dhabi, kesetiaannya pun diuji dan pernikahannya terancam batal.
Selain masalah keluarga dan pasangan, Samantha yang memang hidup bebas digambarkan mengalami ketakutan akan menopause. Ia menelan sejumlah vitamin dan hormon untuk mempertahankan daya tariknya. Gairahnya yang menurun saat melihat sekumpulan pria setengah telanjang membuat ia semakin yakin akan ke-menopause-annya.
Semua masalah yang dialami keempat sahabat ini tentu saja dialami oleh perempuan mana pun yang seumuran. Kalau dilihat lagi, semua masalah ini sangat pelik dan kompleks. Tetapi bagaimana pun film ini adalah film hiburan yang akhir ceritanya pasti happy-end. Pesan utama juga sudah tersampaikan sehingga untuk masalah-masalah yang sebenarnya lebih bersahabat dengan para penonton ini diselesaikan dengan cara khas Hollywood: digampangkan! Untungnya Charlotte dan Carrie menikahi pria yang tepat sehingga mereka dapat bernapas lega. Untungnya, nanny yang sangat seksi itu mempunyai orientasi seksual yang berbeda. Miranda pun tetap berada di jalannya karena suaminya juga sangat mendukungnya. Samantha tetap menarik di mata para pria dan tetap mendapatkan seks yang ia inginkan.
Yah, film ini adalah film perempuan, penuh dengan pemandangan bagus, tawa, dan emosi yang dimanjakan. Sayangnya pesan berat yang ingin disampaikan sutradara kurang mampu mengembangkan karakter para tokoh utamanya, kecuali Samantha. Bila tidak diberitahukan di setiap percakapan mungkin kita tidak menyadarinya. Di akhir film pun kita tidak mendapatkan rasa puas seperti yang dirasakan setelah menonton film pertamanya. Walaupun pengemasannya tidak sebagus film pertama tetapi film ini patut diacungi jempol karena berani mengangkat tema "I AM WOMAN."


Selasa, 08 Juni 2010

Menghindar

Perasaan itu datang begitu saja
Jantungku berdegup kencang
Dan aku mulai tidak bisa diam
Tapi aku tidak melangkah

Aku ingin berteriak
Aku ingin dibebaskan
Tapi aku tak kuasa
Berjalan menuju asa

Sinaps otakku bergerak cepat
Mengarang alasan untuk menghindar
Dan logikaku menerimanya
Dan aku pun lebih tenang

Lalu aku pun duduk diam
Berharap penyesalan datang belakangan
Dan aku pun membuka hati
Dan mulai menulis

Kamis, 03 Juni 2010

Agora, a film about men's stupidity and woman's thoughts


Setelah menonton film ini ada rasa penyesalan yang sangatttttt mendalam. Bukan karena filmnya jelek tetapi karena emosiku yang akhir-akhir ini terlalu berlebihan, terbawa, terombang-ambing, dan dihempaskan. Semua oleh film Agora ini. Terlalu terbawa perasaan kalau kata orang. Terlalu banyak kebencian yang aku rasakan saat menonton film ini, padahal film itu hanya menyajikan kebenaran.
Setting waktunya kalau menurut cover dvd adalah pada tahun 391 AD. Saat itu di Aleksandria, Mesir, agama Kristen mulai memasuki kota itu. Mulailah kebencian yang aku rasakan, karena film ini menceritakan pertentangan agama. Saat itu di Mesir masih menyembah dewa-dewanya yang banyak itu. Aku sangat mengagumi setting tempat dan kebudayaannya. Begitu banyak hasil seni yang melambangkan para dewa, buku-buku yang melambangkan kemajuan ilmu pengetahuan mereka, dan segala macam kebudayaan lainnya yang memang dimiliki oleh Aleksandria. Sayang sekali, karena penganut agama Kristen yang waktu itu memang sosial menengah ke bawah menghancurkan semuanya. Sebagai penganut agama Kristen, aku jadi malu pernah punya nenek moyang seperti itu, begitu bodoh, tidak berbudaya, dan sangat liar. Tapi ini adalah bagian dari sejarah. Agama Kristen pun berkuasa. Lalu kembali terjadi pertentangan, kali ini dengan agama Yahudi. Uskup baru Kristen adalah orang yang sangat licik dan membenci Yahudi. Dengan intrik politik yang sangat menyebalkan, orang-orang Kristen bisa dikatakan "menang" melawan orang Yahudi. Oya, perlu dicatat bahwa agama Kristen mempunyai pasukan atau tentara Kristus yang bersenjatakan batu dan pedang. OMG, sangat brutal dan bodoh!!!
Tersebutlah seorang filsuf wanita bernama Hypathia, seorang wanita yang mempunyai keyakinan terhadap filosofi. Ia menghabiskan hidupnya mengungkapkan misteri alam semesta. Kalau dari film ini, ia ternyata adalah penemu orbit bumi berbentuk elips. Ia penganut heliosentris yang juga sudah lebih dulu ada teorinya. Aku sangat mengagumi wanita seperti ini. Hidup pada zaman wanita masih dianggap rendah, kepintarannya sangatlah menonjol. Dan dibandingkan laki-laki bodoh yang sangat tunduk dengan ajaran agama masing-masing sampai-sampai semua perkataan di Alkitab diakui, Hypathia adalah satu-satunya orang yang mengikuti logikanya. Ia pun tetap mempertahankan keyakinannya itu sampai akhir hayatnya. Sebenarnya akhir ceritanya terlalu tragis tapi mungkin memang itu yang terjadi dan sutradara film Agora sungguh berhasil menanamkan bumbu-bumbu agar cerita ini menarik diangkat ke layar lebar.

Selasa, 01 Juni 2010

Alone

I'm lying in my bed. It's been days now. Ain't doing anything, you know? Just lying and staring. Maybe I'm like a cadaver, or hope to be one. I don't know. I don't know. I'm silent from the outside but my mind, oh my mind thinks everything. I'm listening to this song right now and I got carried away. Now my mood's in the deepest sea, great! I fall again. Again!!! I have no control of my emotions, I have no control of my body. This is I, alone and suffer. I can just complain about things, about stuff but I do nothing about them. I can't do anything but I don't try. That's me! The very sad-alone-and always-pity-herself girl. I'm no teenage girl, I'm an ADULT, for God's sake. And still... I do NOTHING... Nothing... Nothing's good about me.

Lari

Tembok besar itu masih menjulang
Kuberlari mencari jalan pulang
Entah mengapa kudapati lagi tembok itu
Kini semakin tinggi
Aku pun berlari lagi
Dan tembok itu tetap ada di depanku
Kucoba memanjatnya namun tak mungkin
Kucoba merobohkannya tapi mustahil
Dan aku pun kembali berlari
Dan tembok itu semakin banyak
Dan semakin tinggi...

Batu kosong

Luka itu masih menganga
Malah semakin luas
Kukira waktulah obatnya
Tapi terlalu lama

Kutakmau tetap di luka ini
Tapi apa dayaku?
Aku tak dapat menangkis
Aku tak dapat pergi

Bagaikan terpenjara dalam tubuh sendiri
Bagaikan terperangkap dalam bayangan semu
Kutak dapat bergerak maju
Ku hanya merenungi nasib

Dunia bagaikan neraka
Manusia memuntahkan batunya
Aku tak melihat-Nya
Dan aku tetap tinggal dalam luka

Aku tak mengerti diriku
Aku tak mengenal tubuh asing ini
Mungkin setan telah merasuki
Tapi mengapa aku tetap merasa aku?

Aku butuh bantuan
Tapi aku tak berteriak
Aku butuh kehangatan
Tapi aku tak beranjak
Aku butuh teman
Tapi aku tak berkata
Aku butuh cinta
Dan aku menolak

Aku adalah batu kosong
Meratapi nasib hampa

Sabtu, 29 Mei 2010

Menulis

Saat kecil, aku punya hobi yang aneh, sampai tidak ada sebutan yang tepat untuk hobiku itu. Ibuku menyebutnya "ngedalang", suatu kata yang paling mendekati kegemaranku yang memainkan barang-barang bagaikan dalang memainkan wayangnya. Mungkin kalau melihat mainan action figure seperti di toko mainan, kebiasaanku itu tidaklah aneh. Tapi, bukan hanya action figures yang sering kumainkan, aku bisa memainkan pulpen, gayung, bahkan jari-jariku sendiri. Aku bisa mempersonifikasikan benda-benda mati di sekitarku dan membentuk cerita khayalan tentang tokoh-tokoh itu. Dari situ aku berpendapat kalau aku seharusnya bisa menulis. Jadi saat kebiasaan "ngedalang" itu sudah aku tinggalkan dan mulai menuju masa pubertas, aku mulai menulis. Menulis cerpen cinta monyet yang kalau aku baca sekarang, aku pasti berpendapat kalau tulisanku sangat jelek, monoton, dan tidak mungkin terjadi di kehidupan nyata. Percaya atau tidak, aku lebih mudah menulis dengan bahasa Inggris. Ya, saat aku SMP hingga SMA bisa dikatakan aku lancar menulis dengan bahasa Inggris. Alasannya? Kosakata bahasa Inggrisku pas-pasan sehingga aku mudah mencari kata yang tepat, sedangkan kosakata bahasa Indonesiaku begitu luas sampai aku tidak tahu penggunaannya dalam kalimat. Hahaha...

Tadi pagi aku menulis dalam bahasa Perancis. Ini tentu saja bukan kali pertama aku menulis dalam bahasa Perancis karena aku sudah belajar bahasa itu sejak SMA. Tapi ini pertama kalinya aku diharuskan menulis dengan gaya Perancis yang susah itu, tidak langsung mengatakan yang sesungguhnya, tetapi berputar ke mana-mana. Sebenarnya ini kurang lebih cocok dengan gaya penulisanku juga. Tapi ini dalam bahasa Perancis!!! Dan saat ini kemampuanku sudah terpuruk ke jurang paling dalam karena aku sudah sangat jarang menggunakan bahasa ini. Aku sudah lupa gendernya, konjugasinya, penulisannya, jadi aku harus bolak-balik membuka kamus-kamus dan alhasil, dalam waktu 1,5 jam aku hanya sanggup menulis 6 kalimat! Kedengarannya sepele tapi aku sudah bangga sekali bisa menulis sedemikian banyak. Mungkin kalau dilihat dari jumlah huruf, dapat lebih dibanggakan. Yang membuat aku sangat bangga dengan hasilku adalah saat diperiksa oleh guruku, ia mengatakan kalau tulisanku bagus, "tres bien!". Sebenarnya pasti ia tidak memahami arti dari tulisanku karena aku sengaja membuatnya seperti itu dan pada akhirnya ia memang menanyakan artinya. Tapi yang penting adalah pujiannya kan? Hahaha...

Mungkinkah aku memang berbakat menulis? Bisa dikatakan aku senang menulis walaupun tidak banyak yang memuji hasilku. Aku menulis demi kesenangan dan kebutuhanku. Dan kurasa sampai nanti aku akan terus menulis...

Kamis, 27 Mei 2010

Trying to figure out myself

Mungkin aku hanya bosan dengan hidupku. Dalam diriku hidup kontradiksi yang tidak harmonis. Saat aku masih duduk di bangku SD, aku selalu membeli makanan yang sama setiap pagi untuk makan siangku. Saat aku mengambil kursus bahasa Inggris, aku selalu memesan makanan yang sama untuk makan siangku. Yah, sebenarnya monoton sudah menjadi semboyan hidupku, rutinitas sudah menjadi darahku. Tapi biar bagaimanapun, aku bisa membuang kue yang sudah dibelikan karena merasa bosan. Aku bisa tidak makan seharian karena aku tidak mau makan kue yang sudah setiap hari aku makan. Aku bosan tapi aku hanya diam karena terlalu takut untuk membeli sesuatu yang lain. Aku sudah merasa aman dalam lingkaran makananku sehingga tidak berani untuk menyeberang ke daerah lain. Untungnya kebiasaan ini dapat kukurangi, terutama saat aku kuliah. Kontrasnya lagi, dulu aku sangat mengidamkan kerja kantoran karena menurutku sangat stabil dan aman. Tapi aku mengambil sesuatu yang sepertinya masih ada dalam pribadiku, aku adalah orang yang cepat bosan. Jadi mungkin saja inilah yang terjadi pada diriku dalam bidang akademis. Masa SMP dan SMA lebih cocok bagiku karena hanya 3 tahun. Tapi kuliah seperti ini yang sedikitnya menghabiskan 5 tahun, rasanya aku tidak sanggup lagi! Harus mengulang rotasi 3 minggu, bertemu orang-orang yang awalnya menarik tapi ternyata tidak sama sekali, mencemaskan nilai tapi tidak dapat melakukan apa-apa, harus menonjolkan diri demi dikenal oleh senior. Itu bukanlah aku! Dan rasanya sangat tidak sanggup untuk mengulang semua itu selama 1 tahun lagi, apalagi untuk seumur hidup. Dan aku pun terduduk lesu, "Apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Aku sangat bosan!"

Aku selalu tidak dapat menerima diriku. Yah, mungkin itulah manusia. Gawatnya, aku tidak dapat menerima keadaan hidupku. Saat aku kecil, aku ingin cepat besar, bekerja, dapat uang, dan hidup mandiri secepatnya. Saat ini? Aku hanya ingin jadi anak kecil saat aku tidak perlu memikirkan beban hidup, tidak perlu bekerja, tidak perlu menjadi suatu pribadi yang dilihat oleh orang lain karena aku merasa diriku tidak cukup berharga untuk dilihat. Mungkin bila cerita dalam Shrek dapat benar-benar terjadi, aku tidak akan protes kepada Rumpel-blablabla itu karena aku memang tidak mau dilahirkan dan sering merasa iri dengan orang-orang yang sudah lebih dulu meninggal.

Senin, 03 Mei 2010

Have I found my way?

Aku suka bertanya-tanya, bagaimana aku dapat merasa pasti bahwa inilah jalan hidupku. Bagaimana seseorang dapat meyakinkan dirinya untuk menikahi seseorang yang dicintainya atau bagaimana dapat memilih pekerjaan apa yang ia inginkan. Dari dulu aku selalu ragu, ragu akan jalan hidupku sendiri. Pasalnya, aku tidak berani mencoba sesuatu yang kuinginkan. Banyak mimpi namun miskin tindakan. Itulah aku, sang pemimpi. Contohnya adalah saat berumur 13 tahun, aku belajar bermain gitar secara otodidak. Saat itu aku belajar diam-diam yang setelah beberapa minggu kuperlihatkan kepada keluargaku. Tentu saja mereka kaget dan akhirnya menawarkanku untuk les gitar. Tapi apa jawabku? Aku tidak mau karena aku ragu apakah aku akan berhasil dan sangat takut akan membuang-buang uang orang tuaku untuk membelikan gitar baru. Dan tentu saja sekarang aku menyesal. Seharusnya aku dapat menanam bibit musik dalam otakku agar dapat menjadi bunga yang mekar.
Saat ini, tepatnya hari ini, pertama kalinya aku merasakan gairah yang membara untuk mendiagnosis seorang pasien. Bila selama ini aku hanya menjalankan rutinitas membosankan demi menyelesaikan kuliah, kali ini aku merasa menemukan sesuatu yang sangat menarik dan sangat tidak membosankan. Tetapi lagi-lagi aku ragu apakah benar hidupku ingin kuhabiskan dengan ini. Apakah aku dapat bertahan untuk terus hidup seperti ini? Banyak pertimbangan tetapi memang perlu karena bagaimana pun ini adalah jalan hidupku untuk selamanya. Apakah waktu 3 minggu cukup bagiku untuk memutuskan sisa hidupku akan seperti apa? Sulit untuk dijawab sekarang karena sekali lagi aku ragu. Bagaimana aku bisa pasti akan jalan hidupku bila selama ini kuragu? Kutidak pernah berani melakukan sesuatu yang baru? Bagaimana bila aku sudah mengambilnya dan akhirnya aku tidak cocok, tidak menyukai lingkunganku, atau gagal? Sepertinya terlalu banyak ketakutan dalam diriku. Yah, mungkin aku akan mengambilnya karena banyak keuntungan yang kuperoleh dengan mendalaminya. Aku dapat menjadi orang yang selama ini kucita-citakan dengan kemampuan lebih yang orang lain tak punya.
Tapi tetap aku butuh waktu untuk berpikir dan beradaptasi untuk semakin meyakinkan diriku bahwa inilah jalan hidupku. Memang susah sekali untuk mengetahui apakah ini benar-benar jalan hidupku atau bukan. Semoga nantinya aku mendapatkan sesuatu yang kuinginkan.

Jumat, 23 April 2010

Otak

Ada masa saat aku suka membaca buku-buku tentang psikologi. Yang aku maksud adalah buku tentang orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Dari situ pun aku berkesimpulan, "Betapa hebatnya otak manusia karena dapat membuat suatu kepribadian multipel, skizofrenia, atau lainnya. Sungguh suatu misteri yang agung!" Dari situlah aku tertarik untuk mendalami otak dan kejiwaan. Lalu aku menonton The Gifted Hands dan aku pun semakin terpesona. Seseorang yang awalnya bodoh dapat menjadi sangat pintar. Otak manusia memang suatu misteri. Lalu aku pun merefleksikan diriku. Otakku memang suatu misteri dan sepertinya, perlahan-lahan, mekanisme pertahanan diriku dapat membentuk suatu imajinasi dalam otakku, yang susah kubedakan dengan dunia nyata... I'm becoming someone I read on the books.

Aku orang pincang...

Dalam gelapku aku bertanya
Siapakah aku ini?
Buat apa aku ada?
Aku orang sakit
Mencoba melayani sesamanya
Apakah visiku?
Apakah misiku?
Karena aku adalah hampa
Yang mencari harapan
Mencoba berdiri
Tapi selalu jatuh
Mencoba berjalan
Tapi selalu tersandung
Mencoba berlari?
Apalagi...
Aku hanyalah orang pincang
Yang mencoba mendaki

Yup, life is painful...

MY life is painful. Itu lebih tepat. Mungkin bagi orang-orang yang tahu masalahku, mereka akan menanggapi, "Begitu aja udah stress banget!" Mereka akan mencibir, terutama orang-orang yang jauh lebih berpengalaman dalam kegagalanku. Buat mereka itu hanyalah kerikil kecil dalam meniti karirku. Tapi bukan cuma itu! Kegagalanku mengartikan semuanya! Kegagalanku meledakkan kepribadianku yang sebenarnya. Kegagalanku mengeluarkan sisi tergelap dalam diriku. Dan aku pun menangis. Menangisi kegagalanku, menangisi pilihanku, menangisi hidupku. Aku hanya ingin sendiri, yah sebenarnya aku butuh seseorang yang memahamiku. Bukan orang yang menghiburku dengan menceritakan kesuperiorannya, itu hanya akan membuatku jatuh semakin dalam. Aku butuh seseorang yang mengajariku untuk memahami diriku sendiri. Ya benar, aku memang tidak memahami diriku. Aku mengenal diriku, namun aku tidak memahaminya. Di saat semua orang berjalan maju, aku malah berbalik mundur. Di saat semua orang senang berkenalan dengan orang-orang baru atau memuja-muji mereka; aku semakin terkukung dalam kesendirianku, membangun empat tembok di sekelilingku. Tapi aku tidak mau sendirian dalam keempat tembok ini! Aku butuh orang lain untuk menghancurkan tembok-tembok ini, mengeluarkanku dari sangkarku sendiri, dan menjadi pribadi lain yang lebih baik. Mungkinkah itu terjadi? Karena aku terpuruk semakin dalam, menyesali hidupku, dan bimbang akan pilihanku. Kegagalanku menjawab pertanyaan yang selalu tertanam dalam hatiku, "Benarkah ini pilihan yang tepat bagiku?" Lalu lagi-lagi aku pun bertanya, "Apakah yang aku inginkan sebenarnya?" Hampir dua puluh dua tahun aku mencari jawabannya namun masih belum mendapatkannya. Mungkin Tuhan sebenarnya sudah membantuku menjawab pertanyaan itu jadi semua tergantung padaku apakah aku berani mendobrak pintu karirku ini. Apakah aku berani membuat terobosan baru dalam hidupku? Jawabannya tidak. Selama aku masih menjadi diriku, aku tidak akan berani mendobrak pintu itu. Dan aku tahu selamanya aku akan menjadi diriku. Lingkaran setan ini akan terus berlanjut dan aku pun tetap berdiam dalam sangkar kesepianku...

Sabtu, 13 Maret 2010

Precious, sebuah film yang mengajarkan arti hidup (spoiler alert!!!)

Judul lengkapnya adalah Precious: based on the novel Push by Sapphire, tapi lebih sering disingkat menjadi Precious. Dari pertama kali beredar, film ini sudah menarik perhatian. Mengapa? Selain karena judulnya yang panjang, ceritanya tentang kehidupan orang kulit hitam dalam lingkungan kumuh tentunya membedakan film ini dari film-film lain yang beredar di Hollywood dan juga dijagokan dalam ajang-ajang penghargaan. Walau begitu, film ini mampu memasuki berbagai macam penghargaan dan tentunya membuat penggemar film seperti saya penasaran untuk menonton film yang bertagline "Life is hard. Life is short. Life is painful. Life is rich. Life is....Precious."

Diawali dari credits title dengan pengejaan yang salah, dari awal film ini seakan-akan sudah mengarahkan penonton bahwa Precious adalah suatu film tentang orang yang tidak berpendidikan. Tokoh sentral dalam film ini adalah Claireece Precious Jones (Gabourey Sidibe) yang biasa dipanggil Precious, seorang anak perempuan kulit hitam berumur 16 tahun yang obesitas, tidak dapat membaca, dan pemurung. Ia adalah seorang anak yang gemar duduk di bangku paling belakang kelas, tidak mencatat dan tidak berbicara. Walaupun terlihat pendiam, Precious sebenarnya adalah seorang gadis yang penuh impian layaknya perempuan seusia dirinya. Ia ingin mempunyai pacar kulit putih, ia ingin menjadi bintang film terkenal di mana semua orang memujinya, ia ingin kaya, ia ingin mempunyai ibu yang baik, ia mengagumi guru matematikanya, dan ia ingin kurus dan bertubuh indah. Namun, impian dan kenyataan itu memang bagaikan langit dan bumi. Sebaliknya, ia hanyalah seorang anak perempuan dengan ibu (Mo'nique) yang ia sebut "whale on the couch" (karena hanya duduk-duduk di sofa seharian), memasak untuk ibunya, ia harus berbohong untuk mendapatkan tunjangan sosial demi ibunya, dan laki-laki yang pernah "menyentuhnya" adalah ayahnya sendiri. Dalam setiap periode kejatuhannya itu, angannya akan melayang, membentuk impian indah tentang kehidupan seorang bintang film ataupun model terkenal. Di umurnya yang baru 16 tahun, ia sudah hamil kedua kalinya sehingga ia diusir dari sekolahnya dan dianjurkan untuk mengikuti sekolah alternatif, "Each One Teach One". Walaupun ibunya tidak pernah mendukungnya untuk sekolah, Precious tetap mengikuti kelas itu dan ia pun menjadi dekat dengan Ms. Rain (Paula Patton). Ms. Rain adalah sosok guru ideal yang senang mengajar dan mempunyai metode yang unik dalam mendidik murid-muridnya. Salah satu caranya mengajarkan mereka menulis adalah dengan menyuruh mereka menulis buku harian yang ditujukan untuknya. Di buku itulah, Precious menumpahkan pikiran dan kerisauan hatinya kepada Ms. Rain yang akan dijawab dengan bijak. Saat anak keduanya lahir dan diberi nama Abdul, Precious menyadari bahwa ia ingin mempertahankan anak-anaknya (anak pertamanya Mongo dari "Mongoloid" karena mengidap Down's syndrome, dititipkan kepada neneknya). Saat pulang ke rumah ibunya, kemarahan Mary sedang memuncak dan terjadilah perkelahian antar ibu-anak tersebut yang menyebabkan Precious menggendong Abdul dan keluar dari rumah itu. Ia meminta perlindungan Ms. Rain yang menampungnya untuk sementara. Hidupnya pun menjadi lebih mudah dan bahagia sampai suatu saat ibunya datang dan memberitahu ayahnya meninggal karena AIDS. Hidup Precious seakan terhenti akibat vonis tersebut. Ia pun menjadi putus asa, namun berkat Ms. Rain, ia pun menulis. Beberapa lama kemudian, ibunya meminta untuk bertemu Precious dan difasilitasi seorang pekerja sosial. Di siinilah terungkap kisah penyiksaan seksual maupun fisik yang dilakukan orang tua Precious terhadapnya. Ibunya menyesal, memberikan Mongo kepada Precious, dan memohon agar dapat tinggal bersama lagi. Precious - yang saat itu dapat melanjutkan sekolah ke SMA - dengan berlinang air mata, mendekat erat Mongo, berdiri, dan dengan tekad hati yang kuat, pergi meninggalkan ibunya.

Film ini berharga, film ini banyak mengajarkan tentang kehidupan dan pentingnya pendidikan untuk hidup. Dengan tata bahasa yang tidak baku dan lugas sesuai dengan tingkat kecerdasan Precious, seringkali kalimatnya mengetuk hati nurani kita sebagai penonton. Penuturan film ini antara cerita, narasi dari Precious, dan angan-angan atau ungkapan perasaan Precious diatur secara apik oleh penyunting film dan sutradaranya sehingga kita dapat memahami ceritanya. Perlahan-lahan film ini menggiring kita memasuki konflik-konflik yang terjadi dalam keseharian kita. Seorang anak yang diperkosa ayahnya, dipukuli, dan dihina oleh ibunya, merupakan topik utama film ini. Tidak seperti film lain yang menggambarkan hubungan yang baik antara ibu-anak, film ini menggambarkan hubungan buruk ibu-anak yang juga terjadi pada Ms Rain. Pandangan tentang kaum homoseksual juga dibahas melalui sosok Ms. Rain yang tinggal bersama teman hidupnya, Ms. Katherine. Stereotipe kaum ini diungkapkan melalui Mary sedangkan Precious lagi-lagi mengetuk pintu hati kita dengan berkata, "Momma says homos is bad peoples. But Momma, homos not ones who raped me, and what do they make you? Homos not ones who let me sit in class all them years and never learn nothing..." Fim ini juga ingin memberitahu walaupun kehidupan Precious sangat pahit, tetapi kebaikan masih ada pada orang-orang yang tidak dikenal sekalipun. "Why peoples that barely know me should be nicer to me than my father and my mother?" Begitulah pertanyaan kritis yang dikatakan Precious. Lugas namun penuh makna. Itu hanyalah sebagian kecil bukti kepantasan film ini meraih Best Screenplay dalam Academy Awards 2010.

Selain penghargaan untuk skenarionya, film ini juga melejitkan Mo'nique sebagai pemenang Best Supporting Actress. Tontonlah film ini dan kalian akan mengerti mengapa ia dapat memenangkan penghargaan Oscar. Akting sekaliber Cruz dalam Nine pun tidak akan mengalahkan akting Mo'nique dalam Precious. Ia mampu membuat penonton membenci sekaligus dapat memaafkannya di akhir film. Untuk hal ini saya tidak dapat berkomentar lebih banyak karena memang harus menonton langsung. Seperti keyakinan saya terhadap kemenangan Christoph Waltz, begitu pula yang saya rasakan saat melihat akting Mo'nique dalam film ini.

Secara keseluruhan, film ini mengajarkan kita untuk meraih mimpi. Walaupun kita dikelilingi tembok penghalang yang mampu memupuskan harapan kita, kita harus berupaya sekuat tenaga menghancurkan tembok itu dan melesat meraih mimpi yang kita dambakan. Seperti Precious yang tidak menyerah untuk bersekolah walaupun ibu tidak mendukungnya, ia bertanggung jawab terhadap 2 anaknya, dan ia tidak mempunyai kesehatan yang baik demi meneruskan pendidikannya ke SMA dan college. Well, it's because life is... Precious.

written at March 8, 2010

Slumdog Millionaire review

Setelah penasaran bgt mau nonton film ini sejak JIFFEST 2008, akhirnya pada tanggal 5 Februari ini, saat premiere-nya film Sepuluh, gw nonton juga ni film dengan mengorbankan LTM, hehehe... Filmnya lucu bgt, lucunya karena karakter utamanya itu yang omongannya suka aneh2 dan ga disangka2. Tapi pas porsinya sedih dan menegangkan, kita jg bs dpt suasana itu. Pemerannya juga bener2 cocok dan ada beberapa yang menurut gw mainnya lebih bagus dari Sally Hawkins sendiri.

Ceritanya tentang seseorang yang menurut WHO itu sehat jiwa dan mental. Kenapa? Karena gw cuma inget poin ke-4 dr WHO (yg ktnya emang paling susah untuk dilakukan), gw cuma bs bilang klo dia itu bersikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Poppy (Sally Hawkins) adalah cewek yang seperti ini. Dia sangat ramah terhadap semua orang, sangat riang, hampir selalu tersenyum, tertawa, memandang semua kejadian yang menimpanya dengan positif, dan suka bersenang-senang. Dia seorang guru SD kelas 1 dan sudah berumur 30 thn.

Di bagian awal film ini kita sudah dipaparkan tentang karakter Poppy ini. Dari dia yang bersepeda dan memasuki sebuah toko buku. Di toko buku ini, penjaganya adalah orang yang kaku. Keceriaan Poppy terlihat dari dirinya yang selalu tersenyum dan bertegur sapa dengan pemilik toko buku itu walaupun tanggapannya hanya diam saja. Berikutnya saat ia kehilangan sepedanya, tanggapannya hanyalah, "I even don't have the chance to say goodbye". Jujur aja, gw pengen jd orang yg positif gini.

Hal yang ditonjolkan dari film ini adalah karakter Poppy yang sangat positif dan bentrok dengan lingkungannya yang sangat negatif. Adiknya, Suze adalah seorang penggerutu, begitu pula dengan temannya Zoe. Helena, adiknya yang paling kecil juga sering mengomel (walaupun mungkin disebabkan oleh hormon krn dia lg hamil). Partner kerjanya di sekolah juga orang-orang yang kaku atau penggerutu. Tetapi karakter yang paling berlawanan dengan Poppy adalah pelatih mengemudinya yang bernama Scott. Scott ini orang yang introvert, kaku, dan memandang dunia dengan negatif.

Dengan karakter-karakter yang dijumpainya itu, Poppy bisa tetap bertahan dengan kepribadiannya yang fun itu dan walaupun tingkah lakunya kadang-kadang terlihat childish, tp ia sebenarnya dewasa dalam bersikap. Ia bisa memahami Scott saat Scott mengomel2 mengutuk dunia. Ia bs mengetahui anak muridnya yang sedang bermasalah. Dan ia bisa mengatasi masalah-masalah itu. Tapi, dalam film ini juga dijabarkan sisi negatif dari orang yang 'kelewat baik' seperti Poppy. Akibatnya bs terjadi misunderstanding dengan orang lain dan akhirnya merugikan yang lain juga. Walaupun Poppy sudah diminta untuk 'stop being nice', ia tetap berkeras untuk menjadi karakternya sendiri dan si orang 'happy' ini di akhir cerita menjadi 'lucky'.
Seperti dialog dalam film ini antara Zoe dan Poppy
Zoe: Well... well, you make your own luck in life, don't you?
Poppy: Well, some of us do. Some of us miss the boat completely.
Nah, poppy ini jelas-jelas ga menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depannya.

written at February 20, 2009

Happy Go Lucky review

Setelah penasaran bgt mau nonton film ini sejak JIFFEST 2008, akhirnya pada tanggal 5 Februari ini, saat premiere-nya film Sepuluh, gw nonton juga ni film dengan mengorbankan LTM, hehehe... Filmnya lucu bgt, lucunya karena karakter utamanya itu yang omongannya suka aneh2 dan ga disangka2. Tapi pas porsinya sedih dan menegangkan, kita jg bs dpt suasana itu. Pemerannya juga bener2 cocok dan ada beberapa yang menurut gw mainnya lebih bagus dari Sally Hawkins sendiri.

Ceritanya tentang seseorang yang menurut WHO itu sehat jiwa dan mental. Kenapa? Karena gw cuma inget poin ke-4 dr WHO (yg ktnya emang paling susah untuk dilakukan), gw cuma bs bilang klo dia itu bersikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Poppy (Sally Hawkins) adalah cewek yang seperti ini. Dia sangat ramah terhadap semua orang, sangat riang, hampir selalu tersenyum, tertawa, memandang semua kejadian yang menimpanya dengan positif, dan suka bersenang-senang. Dia seorang guru SD kelas 1 dan sudah berumur 30 thn.

Di bagian awal film ini kita sudah dipaparkan tentang karakter Poppy ini. Dari dia yang bersepeda dan memasuki sebuah toko buku. Di toko buku ini, penjaganya adalah orang yang kaku. Keceriaan Poppy terlihat dari dirinya yang selalu tersenyum dan bertegur sapa dengan pemilik toko buku itu walaupun tanggapannya hanya diam saja. Berikutnya saat ia kehilangan sepedanya, tanggapannya hanyalah, "I even don't have the chance to say goodbye". Jujur aja, gw pengen jd orang yg positif gini.

Hal yang ditonjolkan dari film ini adalah karakter Poppy yang sangat positif dan bentrok dengan lingkungannya yang sangat negatif. Adiknya, Suze adalah seorang penggerutu, begitu pula dengan temannya Zoe. Helena, adiknya yang paling kecil juga sering mengomel (walaupun mungkin disebabkan oleh hormon krn dia lg hamil). Partner kerjanya di sekolah juga orang-orang yang kaku atau penggerutu. Tetapi karakter yang paling berlawanan dengan Poppy adalah pelatih mengemudinya yang bernama Scott. Scott ini orang yang introvert, kaku, dan memandang dunia dengan negatif.

Dengan karakter-karakter yang dijumpainya itu, Poppy bisa tetap bertahan dengan kepribadiannya yang fun itu dan walaupun tingkah lakunya kadang-kadang terlihat childish, tp ia sebenarnya dewasa dalam bersikap. Ia bisa memahami Scott saat Scott mengomel2 mengutuk dunia. Ia bs mengetahui anak muridnya yang sedang bermasalah. Dan ia bisa mengatasi masalah-masalah itu. Tapi, dalam film ini juga dijabarkan sisi negatif dari orang yang 'kelewat baik' seperti Poppy. Akibatnya bs terjadi misunderstanding dengan orang lain dan akhirnya merugikan yang lain juga. Walaupun Poppy sudah diminta untuk 'stop being nice', ia tetap berkeras untuk menjadi karakternya sendiri dan si orang 'happy' ini di akhir cerita menjadi 'lucky'.
Seperti dialog dalam film ini antara Zoe dan Poppy
Zoe: Well... well, you make your own luck in life, don't you?
Poppy: Well, some of us do. Some of us miss the boat completely.
Nah, poppy ini jelas-jelas ga menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depannya.

written at February 5, 2009

Wolfsbergen, Film yang cantik banget!!!

Buat yang belum tau, Wolfsbergen itu film Belanda yang dibuat oleh sutradara Nanouk Leopold.

Film ini diawali dengan hutan apa gitu yang pohonnya rada mirip cemara. Selama kira2 1 menit, kita terus disuruh melototin pemandangan itu. Bingung? Jelas! Mana film ini tuh termasuk film yang ga butuh music director, karena setiap adegan ga ada lagunya. Terus apa hebatnya gambar pemandangan itu? Bagus banget! Kenapa? Karena ada permainan warna di situ, kaya klo ada awan yang nutupin matahari, jadi menggelap, trus menerang lagi, menggelap lagi, menerang lagi, trus black out. Penting ga sih adegannya? Kayanya mau gambarin setting aja kali ya.

Lanjutnya, mulailah perkenalan tokoh2 dengan kegiatannya. Mostly gw uda rada lupa karena waktu itu kan masih belum ngerti dan susah banget ngafalin muka2nya itu. Pokoknya ada Maria (anak perempuan tertua) di rumah kosong dan mau menghuni tempat itu. Suaminya Maria namanya Ernst. Terus ada juga Sabine (anak perempuan kedua) yang bersuamikan Onno dan anaknya Haas dan Zilver (2-2nya perempuan). Setiap penggambaran kegiatan tokoh2 ini, selalu diakhiri dengan membaca sebuah surat, surat itu dari ayah mereka, Konraad yang menulis kalau dia mau mati di hari Lara (istrinya) meninggal. Dia merasa ga punya motivasi hidup lagi. Selain kedua anak perempuan itu, ada juga anak perempuan ketiga, Eva, yang ga menerima surat itu. Dia tinggal di tempat yang blm pantes disebut rumah karena blum dicat segala. Pada bagian ini juga diperlihatkan Sabine yang selingkuh dengan Micha, mungkin sih ex-nya, dan perseteruan Sabine dengan Onno.

Inti cerita dari film ini bukan Konraadnya, melainkan tanggapan keluarganya itu. Semua cuek kecuali Ernst. Mereka semua disibukkan dengan masalah mereka masing-masing. Maria dan Ernst yang pisah kamar dan tidak ada saling keterbukaan lagi di antara mereka, Sabine yang selingkuh dengan Micha, Sabine yang tidak setuju dengan cara hidup Eva sehingga akhirnya Onno malah jatuh cinta dengan Eva. Keluarga itu pun pecah dan akhirnya Sabine tinggal dengan Micha. Kedua anak mereka ikut ibunya dan Haas yang remaja harus menjaga adiknya yang masih kecil dan terbebani masalah perceraian kedua orangtuanya.

Semua konflik itu diakhiri dengan kepedulian mereka terhadap Konraad. Ernst selalu membantu Konraad di hari-hari terakhirnya, sebelum keluarga yang lain datang menemani. Konraad pun akhirnya meninggal dengan cara tidak meminum air selama beberapa hari.

Itu ceritanya, sekarang, kenapa gw sampe bilang ni film cantik banget? Karena sinematografinya yang oke banget! Di film ini gw nyadar banget kalo kameranya itu mostly statis. Jadi, anggap saja layar monitor itu sebuah panggung dengan setting2 yang ok dan orisinal. Pada beberapa adegan akan terlihat tokoh memasuki panggung (masuk ruangan) dan klo adegannya selesai, mereka akan meninggalkan panggung itu (keluar ruangan). Kira2 begitu kali ya penggambaran pengambilan anglenya. Setiap angle yang diambil itu ada maknanya, contoh waktu Eva di bis. Dia ada di sebelah kiri layar dan di balik punggungnya kita bisa liat pintu bis yang kebuka dan ketutup. Nanti, Onno akan datang dari pintu itu ke belakang Eva. Jadi semua adegan emang udah diatur susunannya. Bukan cuma itu, kebanyakan adegan ini memasang tokoh2nya di center video. Jadi, kanan kiri layar bisa aja tembok, tapi di tengah-tengah akan terlihat dapur misalnya, dan Sabine yang lagi beres2 di dapur. Atau di taman dengan pohon2 yang jarang, rumput yang hijau lebat, trus di tengah2 itu, ada Haas dan Zilver yang lagi duduk berdua. Keren banget d! Cantik! Tapi ada juga adegan kamera2 yang gerak. Waktu adegannya close up ato waktu long shot juga ada. Yang bikin gw terkesan waktu Haas lagi jalan di hutan. Nah, kamera itu benar2 mengusahakan Haas selalu di tengah video, dia sebagai pusatnya. Jadi saat Haas jalan, kamera juga gerak. Entah yang bagus kameramannya atau emang diedit ato dirancang begitu, perpindahan Haas jalan dan pergerakan kameranya tuh mulus banget! Jadi Haas selalu ada di tengah kamera. Ampun d, ok bgt! Jadi modalnya ky cuma kamera dan tripod doank dan jadilah film yang artistik bgt itu.

written at October 14, 2008

Review Chants of Lotus (Perempuan Punya Cerita)

Film penuh kontroversi dan adegan yang disensor ini akhirnya dirilis juga VCD/DVDnya. Bagi yang belum tau, film ini terdiri dari 4 film pendek yang disutradarai oleh 4 sutradara perempuan yang berbeda. Tema yang diangkat adalah tentang perempuan tentunya, nasib perempuan yang diperjualbelikan, diperkosa, dan persoalan lainnya lah. Berikut ini gw bakal ngebahas tiap ceritanya n tentu saja kelebihan dan kekurangan penggarapan filmnya.

1. Cerita Pulau (Chant from an Island)

Tokohnya Bidan Sumantri (Rieke Dyah Pitaloka) yang sayang banget sama Wulan (Rachel Maryam), seorang perempuan retardasi mental. Wulan ini masih muda dan tumbuh remaja sebagai seorang yang cantik. Nah, cowo-cowo di pulau sana suatu hari memperkosa dia. Waktu Sumantri ini ngelapor ke polisi, polisi mengingatkan dia dengan kasus aborsi yang dilakukan Sumantri ini. Sumantri, sebagai bidan, membela kalau dia tidak mengaborsi, ibunya akan meninggal. Polisinya tetep bersikukuh kalau aborsi itu dosa. Lama setelah itu, Sumantri yang takut kalau Wulan hamil memeriksa dia dan ternyata benar hamil. Akhirnya Sumantri pun mengaborsi Wulan bertepatan dengan ditemukannya pelaku pemerkosa. Believe it or not, pelakunya itu hanya memberikan sejumlah uang ke Maktua, walinya Wulan, atau orang tuanya (di sini hubungannya ga jelas). Sumantri marah dan dia pun bilang, “Uang tidak bisa membersihkan kesalahan… sampai kapan pun!!!” Tanggapannya? Para pemimpin pulau itu hanya tertawa saja mendengarnya. Sumantri yang sudah menyandang stadium 3 kanker payudara pun pingsan dan akhirnya dibawa ke Jakarta oleh suaminya. Lalu Wulan bagaimana? Cuma bisa menangis menatap kepergian Sumantri, orang yang selalu melindunginya. Seterusnya gimana? Mungkin makin banyak uang yang akan diterima Maktua, kita ga tau, film ini cuma membeberkan fakta yang ada aja.

Rieke Dyah Pitaloka bagus banget mainnya, Rachel Maryam juga membuktikan sekolah aktingnya itu ga sia2. Tapi… sebenernya kenapa tokoh Sumantri harus diceritakan kanker payudara stadium 3, tp ceritanya hanya berhenti sampai situ? Ga berkembang lagi, kecuali saat terakhir yang menyebutkan dia harus dibawa ke Jakarta untuk operasi (stadium 3 masih bisa operasi ya? Udah parah kali). Penampilannya juga ok2 aja tuh di sepanjang film, ga semakin mengurus ato semakin lemah, cuma terakhir aja yang dia pingsan. Menurut gw, cerita ini kurang digali n kurang ditekankan apa hubungannya sama cerita lain, kayanya kurang berhubungan aja karena gw tau inti cerita ini tuh Wulan.

2. Cerita Yogyakarta (Chant from a Tourist Town)

Wah, cerita ini paling mengagetkan. Gw baru tau kalo di Yogya, SMA uda pada seks bebas, bahkan mereka mulai dari SMP. Masalah utamanya tuh Rahma, anak SMA, pacar Bagas, yang diperkosa bergilir sama Bagas n temen2nya, Dimas, Bagas sendiri, satu lagi gw lupa siapa, n Yanto (sebenernya dia ga perkosa). Rahma cuma disuruh minum Sprite n makan nanas muda (memalukan banget pengetahuan ini untuk pelajar tingkat SMA yang belajar Biologi di kota pelajar, Yogyakarta) yang menurut mereka setelah itu bakal “brojol” dalam 3 hari. Ya ga mungkin lah! Trus ada lagi Safina (Kirana Larasati), temen Rahma, yang masih perawan dan naksir berat sama Jay (Fauzi Baadila), wartawan yang ngaku mahasiswa Jakarta. Jay ini ngeliput tentang seks bebas di pelajar SMA. Dari warnet yg boleh liat situs porno, ngedeketin Safina, ngedeketin Dimas dkk, n banyak lagi d. Rahma akhirnya dibawa ke klinik aborsi, krn dia sangat ketakutan, akhirnya ga jadi, menurut dia mending jadi “manten” aja (penganten maksudnya). Yg jadi suaminya? Bukan Bagas pacarnya sendiri, tp Yanto, orang yang ga ngapa2in dia. Caranya gimana? Di-lotere. Kaya klo mahasiswa FKUI bagi tugas untuk LTM aja, pake kertas. Parahnya lagi, temen2 Yanto itu ngejebak dia karena semua kertasnya ditulisin nama Yanto. Berikutnya ke cerita ke2, Safina. Akhirnya dia pun ga jd perawan lagi. Jay, cowok yang kurang ajar bgt ini, berhubungan seks sama dia, trus seminggu kemudian, balik ke Jakarta, tanpa ngucapin apa2. Tiba2 ada artikel dia yg jd headline koran. Heboh d cerita krn ada seks bebas di SMA. Safina yg ditanyain wartawan pun bilang, “Mas Jay… Kok ga ada cerita merawanin aku? Lupa ya?” Jay yg liat di TV pun malu, n pacarnya marah.

Cerita ini paling gw ga suka. Cerita Safina kaya tempelan aja. Sama polanya kaya cerita pertama. Rahma itu inti ceritanya, entah kenapa ditempelin cerita Safina. Emang Safinanya yang mau sama Jay, uda tau ga ada harapan sama orang di Jakarta, ya pasti ngeseksnya juga main2 aja, ga serius. Mungkin ini juga kenaifannya Safina. Mainnya standar aja, malah yg bagus kynya Dimas d. Bagian yg disensor: ML-nya Fauzi sama Kirana lah.

3. Cerita Cibinong (Chant from a Village)

Cerita yang paling bagus. Ada subtitlenya lagi, karena semuanya ngomong bhs Sunda. Esi (Shanty), pelayan di klub dangdut yg penyanyinya Trio Dag Dig Dhuer (hahaha…) dengan pemimpinnya Cicih (Sarah Sechan). Esi punya anak namanya Maesaroh dan pacar yg ga ada kerjaan. Setiap malem, Esi ninggalin Saroh dan cowoknya itu berduaan. Suatu malem, dia pulang lebih cepet n baru tau klo tnyata slama ini si pacarnya itu (lupa gw namanya, Narto klo ga salah) memaksa Saroh untuk melakukan sesuatu (bukan diperkosa yang jelas, tp ga tau juga krn kesensor). Trus ada tokoh lagi yg namanya Kang Mansur. Cicih seneng bgt sama Mansur ini krn dia dijanjiin kerjaan di Jakarta. Padahal Kang Mansur ini pedagang perempuan, bosnya Koh2 lg. Dia tertarik banget sama Saroh yg masih SMP untuk dijual ke orang Taiwan. Akhirnya dengan bodohnya, Cicih ngajak Saroh juga ikutan. Saroh sempet nulis surat ke Emaknya, bilang klo dia mau cari duit, untuk emaknya juga. Setelah beberapa lama, Cicih yg akhirnya jg cuma jadi pelacur nekat pulang kampung krn cowok yang dia tiduri meninggal tiba2. Sblm dia pulang, dia sempet denger percakapan Kang Mansur dan bosnya yg Koh2 itu dan taulah dia jadinya, bisnis apa sebenernya Kang Mansur itu. Setibanya di Cibinong, dia ketemu sama Esi, lalu dia kasi 1 foto perkawinan Saroh dgn orang Taiwan. Cicih yang sangat menyesal sambil menangis-nangis bilang ke Esi klo dia mau bantuin Esi dengan sama2 lapor polisi. Dia bersedia jadi saksi. Dengan tolehan Esi ke Cicih pun film ini berakhir.

Cerita ini yang penggarapannya paling keren, persoalannya rumit, perdagangan anak perempuan. Di situ, bukan cuma Saroh, banyak banget anak2 ABG yg dijualbelikan untuk orang2 Taiwan. Shanty (lagi-lagi) mainnya OK bgt!!! Gw tepuk tanganin dia 2x krn adegan nangisnya yg hebat abis. Dan Sarah Sechan juga aktingnya ok. Sutradara emang menentukan, bagian akhir baru gw liat, sutradaranya Nia Dinata. Ga heran d. Lagi2 masalah sensor, di bagian ini bener2 parah, jd ga tau Sarohnya diapain. Pdhal kan itu tmasuk inti ceritanya.

4. Cerita Jakarta (Chant from the Capital City)

Cerita ini yg menurut gw paling logis terjadi di sekeliling gw. Iyalah, settingnya aja di Jakarta dan karakternya itu lho, orang2 Jakarta bgt. Reno (Winky), suaminya Laksmi (Susan Bachtiar) mati karena AIDS. Di awal cerita diperlihatkan adegan dia jatoh di WC, lg nyuntik (kynya WC Blitz Megaplex di GI d, ijo2 gt soalnya). Setelah itu, Laksmi yg masih kentel Cinanya, lg doa di klenteng. Seiring dengan ceritanya, ternyata dia juga kena AIDS. Analisisnya: Reno nge-drugs, AIDS +, ML dgn Laksmi, Laksmi juga AIDS +. Laksmi ini berobatnya ke shinse. Nah, krn Renonya meninggal, banyak bgt d masalah. Pertama, mobilnya dicuri sama penagih utang, ktnya Reno utang 80juta, jd mobilnya diambil tiba2. Bsok paginya, Laksmi nganterin anaknya Belinda yg dipanggil Bebe ke sekolah dgn Royal Taksi. Di tengah jalan dia ditelpon pembantunya Ira, ktnya mertua dia (orang tua Reno) datang mau ngambil Bebe ini. Dia trus ngobrak-ngabrik kamar Laksmi n nemuin surat pemeriksaan PK di RSCM yg nyebutin dia AIDS +. Mertuanya (Tarzan dan Ratna Riantiarno) menyimpulkan, Laksmi nularin AIDS ke Reno (plis deeee!!!!). Bukan cuma itu, saudara2nya Reno siap di depan sekolahnya Bebe utk ngambil dia. Akhirnya, Bebe pun ga sekolah. Laksmi mati2an mempertahankan anaknya. Dia nginep di saudara angkatnya yg suaminya jg ga setuju krn ia AIDS (takut nular, pdhal AIDS kan nular melalui cairan tubuh), sampe ga makan demi Bebe, nyewa kamar kost (akhirnya kebakaran n dia pun diusir). Intinya, Laksmi makin parah sakitnya dan Bebe ga bs hidup normal spt anak seusianya. Akhirnya, seperti Ibu lainnya bila dalam posisi sama, ia merelakan anaknya hidup dgn mertuanya. Suatu pagi, Bebe pergi ke sekolah dan saat dijemput ia akan dijemput oleh mertuanya itu.

Susan Bachtiar main bagus banget di sini. Ekspresinya ok dan di film ini detail juga diperhatikan. Kesehatannya makin memburuk diperlihatkan dgn adegan batuk2, semakin pucat, dan kurus. Oya, di film ini juga seperti promosi RSCM. RSCM disebut2 sebagai RS yang ngasih obat gratis ke penderita HIV/AIDS. Inti cerita ini menurut gw logis bgt dan sangat mungkin terjadi. Orang tua anak lelaki yg terlalu sayang sama anaknya dan gak percaya klo anaknya berbuat yang tidak baik, akhirnya menyalahkan menantu perempuannya. Dan bukannya membantu menantunya, Laksmi malah diasingkan, dan mereka cuma mau ngambil cucunya yang punya hubungan keluarga sama dia. Oya, yg jadi Bebe itu bulenya kerasa bgt, bukan Cinanya. Sepertinya salah orang, dia juga rada kaku aktingnya.

Setelah lama menanti, akhirnya nonton juga film ini. Memang patut ditunggu, tp sayang, adegan2 yang disensor jd tidak membantu memaknai film ini. Aktor dan aktrisnya juga uda cape2 akting tp ga dihargai sama khalayak ramai. Kan sayang. Mudah-mudahan, film ini akan terus berlanjut di dunia film internasional. Soalnya ceritanya bener2 menguak kehidupan perempuan di berbagai daerah. Dengar-dengar ada yang lagi bikin film dokumenter ttg perempuan di daerah mana gt, gw lupa. Mudah2an aja, semakin banyak film Indonesia yg berkualitas kaya gini.

written at October 2, 2008

Dunia Film

Penulis blog ini adalah seorang pecinta film. Baginya film adalah suatu media refleksi dari kehidupan manusia. Film bercerita tentang kehidupan manusia di berbagai belahan dunia, kebudayaannya, dan tentu saja, sifat manusia itu sendiri. Bagi pecinta film yang senang mengenal kebudayaan bangsa lain dan mengamati sifat manusia, tentunya film adalah suatu alat terbaik buatnya untuk melihat dunia. Di sinilah ia mendapatkan pelajaran yang lebih berharga daripada yang ditemukannya di textbook kuliah. Seringkali ia pun terbawa oleh semangat film yang ditonton dan menghasilkan mimpi-mimpi yang entah dapat terwujud atau tidak.

Tentunya bukan sembarang film yang ditonton olehnya. Jenis film yang disukainya adalah drama yang memuat segala hal yang didambakannya di film. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa film drama membutuhkan analisis dan deduksi untuk menontonnya, sehingga bila kejenuhan datang, ia lebih suka menonton film-film komedi romantis, aksi, fantasi, bahkan film horor yang tidak sesuai dengan nalarnya.

Karena pada akhirnya tidak dapat terlibat secara penuh dalam dunia perfilman, sang penulis pun memutuskan untuk meneruskan pesan dari para pembuat film. Setelah mencoba menulis berbagai ulasan di beberapa situs pertemanan, akhirnya penulis memutuskan untuk menyatukannya dalam blog ini dan semakin serius mendalami dunia film dan giat menyebarkan arti film-film yang mampu menggugah penulis.